Seperti tahun yang sudah sudah, jalan di depan rumahku kembali menjadi ajang lomba anak-anak dan orang tua. Tumpleg bleg, semua warga cluster Montana memenuhi jalan di depan rumahku, terutama anak-anak mereka.
Ibunya anak-anak sedang ke Yogya, sehingga aku jadi “single parent” deh hari ini. Warga cluster Montana yang hanya beberapa KK itu ketika berkumpul ternyata ramai juga.
Lombanya masih konvensional (makan kerupuk, kelereng, pindah bola plastik, dll), kecuali lomba memindahkan bola ping pong dengan cara ditempelkan di pipa PVC. Bola itu akan nempel di pipa selama kita sanggup menghisapnya, bila hisapan berhenti untuk mengambil nafas, maka sang bola ping pong pasti jatuh dengan sendirinya. Untuk lomba ini, anakku LiLo jasi juara I di kelasnya.
Untuk lomba belut yang dinanti-nantikan, ternyata anakku =LiLo= kalah di final, sedangkan mbakyunya yang pernah juara di tahun-tahun lalu, sudah malu ikut lomba. Inilah risiko anak-anak yang punya bapak aktif menjadi panitia lomba. Yang diurusin justru anak orang lain, anak sendiri malah “kapiran”, nggak keurus.
Di kantor, di kampung, dimanapun, kalau sudah urusan anak-anak, biasanya aku kebagian jatah untuk mengelolanya. Akibatnya, anak-anakku pada protes, karena merasa nggak dieprhatiin. Anak orang lain pada bergembira ria bersama ortunya, sedangkan anakku hanya bisa bersama ibunya. Hari ini malah benar-benar terbengkalai, karena gak ada ibunya dan gak ada pembantu di rumah. Wis dijamin kapal pecah tanpa nakhoda sedang berlayar di rumahku.
Abis lomba, bapak-bapak masih ngumpul di teras depan. Ngobrol ngalor ngidul dan ditutup dengan test karaoke pakai PSR 1500. Itung-itung persiapan malam riang gembira menyambut 63 tahun RI.
Dirgahayu RI 63.
Ibunya anak-anak sedang ke Yogya, sehingga aku jadi “single parent” deh hari ini. Warga cluster Montana yang hanya beberapa KK itu ketika berkumpul ternyata ramai juga.
Lombanya masih konvensional (makan kerupuk, kelereng, pindah bola plastik, dll), kecuali lomba memindahkan bola ping pong dengan cara ditempelkan di pipa PVC. Bola itu akan nempel di pipa selama kita sanggup menghisapnya, bila hisapan berhenti untuk mengambil nafas, maka sang bola ping pong pasti jatuh dengan sendirinya. Untuk lomba ini, anakku LiLo jasi juara I di kelasnya.
Untuk lomba belut yang dinanti-nantikan, ternyata anakku =LiLo= kalah di final, sedangkan mbakyunya yang pernah juara di tahun-tahun lalu, sudah malu ikut lomba. Inilah risiko anak-anak yang punya bapak aktif menjadi panitia lomba. Yang diurusin justru anak orang lain, anak sendiri malah “kapiran”, nggak keurus.
Di kantor, di kampung, dimanapun, kalau sudah urusan anak-anak, biasanya aku kebagian jatah untuk mengelolanya. Akibatnya, anak-anakku pada protes, karena merasa nggak dieprhatiin. Anak orang lain pada bergembira ria bersama ortunya, sedangkan anakku hanya bisa bersama ibunya. Hari ini malah benar-benar terbengkalai, karena gak ada ibunya dan gak ada pembantu di rumah. Wis dijamin kapal pecah tanpa nakhoda sedang berlayar di rumahku.
Abis lomba, bapak-bapak masih ngumpul di teras depan. Ngobrol ngalor ngidul dan ditutup dengan test karaoke pakai PSR 1500. Itung-itung persiapan malam riang gembira menyambut 63 tahun RI.
Dirgahayu RI 63.
Canda tawa tanpa kenal kasta
Kecil-kecil udah latihan tari perut nich ...???
Pindah bola boleh kok dibantu ama mamanya ....
Suasana di depan rumah, tiap tahun selalu meriah ...
Lomba pindah bola ping pong bapak-bapak
semi final
Final
JUARA ....!
gak bisa makan sendiri, ya dibantu ama LiLo
3 komentar:
that's really cute..wish i had one too.
that doesn't happen everyday. wish you all the best.
Katon, Goukakyu no jutsu.
Posting Komentar