Malem-malem "hunting" keripik singkong di gang-gang sempit. Mobil papasan sulit tapi tetep aja kita nekad masuk sesuai arahan dari penelpon di ujung telepon.
Akhirnya sampai juga di lokasi.
Sudah ada 3 tamu dengan wajah angker di dalam rumah penjual keripik singkong itu. Dari penampakan wajahnya, kayaknya mereka tetua kampung. Sudah sepuh-sepuh dan nampak agak tegang, seperti menunggu suatu permasalahan yang harus dibahas dengan pemilik rumah.
Wah, sebentar lagi aku akan mendengarkan diskusi antara tetua kampung dengan pemilik rumah dalam bahasa Samarinda nih.
Tak lama berselang, bener ... keluarlah pemilik rumah, yang ternyata sudah sepuh juga. Suasana yang tadinya tegang langsung mencair. Wajah-wajah sepuh itu begitu pada ketawa hilang sudah keangkerannya.
Yang bikin lebih cair lagi adalah bahasa yang mereka gunakan. "Boso jowo dab...!"
Jadi merasa di Medan saja nih. Biarpun jauh dari pulau Jawa ternyata mereka aslinya juga dari Jawa. Pemilik rumah aslinya Madiun, dekat dengan asal ibuku Pacitan.
Dialog yang mereka ciptakan terasa menyayat hatiku. Rupanya mereka sedang mencari donatur untuk buka puasa di mesjid.
Ya Tuhan, dimana sih para remaja kita. Tidak di Surabaya, Jakarta ataupun Samarinda, semua kegiatan akhirat itu gak lagi disentuh oleh remaja kita. Hanya para orang sepuh yang sudah bau tanah yang rajin meramaikan masjid.
Pergaulanku yang sempit membuat aku berpikiran begitu. Semoga di belahan kegiatan yang lain, masih banyak remaja yang rajin meramaikan masjid.
Insya Allah. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar