Pulang dari kantor, aku langsung mandi dan segera meluncur ke masjid. Tadi pagi memang sudah janjian untuk berbuka puasa di masjid MI.
Haslita Nisa dan LiLo ikut sedangkan ibunya bersama anak mbarep tunggu rumah.
Di jalan LiLo ngajak temannya untuk berbuka di masjid, tapi temen-temennya pada merasa aneh diajak maghriban di masjid."Nanti saja setelah maghrib ke masjidnya", kata mereka.
Akhirnya sampailah di masjid pada jam 17.45 wib. Suasana sepi dan hanya terlihat satu orang dewasa, pengurus masjid, dan dua orang anak kecil.
Begitu adzan berkumandang, suasana langsung berubah 180 derajad. Masjid jadi rame, penuh canda tawa dan maknan takjil terus mengalir dari pintu utama masjid. begitu terlihat meja hidangan kosong, maka dari dalam masjid keluar satu tas plastik (berisi makanan) lagi.
Aku jadi inget 20 tahun lalu di Banda Aceh. Saat sebelum adzan berkumandang, aku berjalan dari hotel Medan menuju masjid Baiturrahman, Banda Aceh. Kebiasaan makan takjil di Jawa membuat aku yakin pasti ada makanan di masjid nanti.
"Masjid sebesar itu, semegah itu, pasti ada makanan kecil untuk membatalkan puasa", pikirku dalam hati.
Ternyata model berbuka puasa di masjid Raya Aceh ini sangat berbeda. Tidak ada makanan kecil untuk sekedar membatalkan puasa.
Di Masjid MI Cikarang ini, suasana puluhan tahun lalu kembali terulang. Bagi anakku, ini adalah pertama kalinya dia berbuka di masjid, mereka sungguh sangat menikmatinya.
"Besok kesini lagi ya pak!", kata mereka.
"Oke, kita ajak Izzi dan Alif ya", kataku.
Puasa hari pertama berlalu dengan penuh canda ceria. Semoga puasa besok lebih baik lagi amlan yang bisa kita perbuat. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar