Ya sudah, kupilih taksi tarif bawah dan sepanjang jalan asyik ngobrol sama drivernya. Ngalor ngidul nggak keruan, soalnya perlu untuk menghilangkan jenuh akan panjangnya perjalanan.
Mulai dari panen yang nggak maksimal, karena drivernya orang Indramayu, sampai ongkos mudik lebaran yang selalu naik dengan gila-gilaan.
Kebetulan perusahaanku yang ngerjakan bendung di Indramayu, tapi kutahankan diri untuk tidak cerita tentang yang satu ini, takutnya jadi "ujub" bin "takabur".
Macetnya lalu lintas menjelang hari H lebaran juga kita bahas. Memang, sebaiknya kalau gak perlu banget ngapain sih mudik?
Kalau niatnya cocok dengan semangat ramadhan sih masih bagus, tapi sering niatnya lain, jadi latihan selama sebulan di bulan ramadhan habis begitu saja di hari menjelang lebaran.
Subuhan sudah nggak ke masjid lagi, ibadah-ibadah lainnya juga sudah mulai berguguran. Waktu sudah habis untuk bersilaturahmi, sampai lupa tahu-tahu sudah masuk waktu sholat selanjutnya, padahal sholat sebelumnya belum dijalankan.
Soal naiknya ongkos transport juga sering dipermasalahkan, padahal belum tentu penyedia jasa layanan untung besar dengan naiknya ongkos itu. Untung mestinya iya, tapi untung yang besar banget kayaknya masih belum tentu.
Pada saat "narik" dari Jakarta ke kampung, maka penumpang penuh sesak dengan ongkos yang di atas harga rata-rata, tapi waktu dia balik lagi ke Jakarta, bukan tidak mungkin dengan kondisi penumpang yang kosong melompong.
Jadi marilah menarik seulas senyum dan selalu berbaik sangka pada siapa saja. Minimal berbaik sangka pada Allah swt, karena Dia memang selalu memberi yang terbaik untuk kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar