Minggu, November 09, 2008

SABAR SUBUR

Menjelang subuh aku ngePLURK dulu sebelum masuk ke kamar mandi.

"Abis Subuhan ngapain ya?"
"Jalan-jalan atau ngeBLOG ya?"

Salah satu tanggapan dari kawan plurker adalah : "sebaiknya ngeBLOG saja".

Saran yang menarik memang, tapi yang kupilih akhirnya bukan langkah itu. Aku keluarkan sepeda tandem dan sepedaan sama Lita [anak nomor duaku].

Melihat aku mau sepedaan sama Lita, adiknya [LiLo] rupanya tertarik untuk ikut. Jadilah kami bertiga sepedaan keliling komplek, sambi nyari pulsa XL [kelamaan nggak dipakai ternyata expired, padahal pulsanya masih banyak tuh]

Sejak beberapa minggu ini memang aku jarang di rumah. Mulai dari jalan-jalan ke Pantai Parai di Pulau Bangka, bercanda sampai malam di Proyek GOR Boker, ngobrol ngalor ngidul dengan para "executor" di Proyek Kali Progo [YoGyA] sampai bersantai ria bersama teman-teman Serikat Pekerja di Cisarua.

Semua "kesenangan" itu harus ditebus dengan jarangnya ketemuan dengan anak istri, sedangkan bagi anakku, mereka jadi jarang ketemuan sama bapaknya. Begitulah jika kita menjadi pekerja yang selalu mencoba menganggap pekerjaannya sebagi ladang amal yang perlu dikerjakan dalam kondisi yang penuh keceriaan.

Kadang saat menjelang tidur, terpikir olehku akan anak istri yang jarang kutemui. Kupikirkan dalam-dalam, apa sebaiknya yang kukerjakan bila nanti bertemu anak istriku. Ketika saat pertemuan dengan anak istri tiba, kadang apa yang ada dalam angan-angan lain dengan yang terjadi kemudian.

Pas sampai di rumah, kadang yang terlihat adalah piring kotor yang berserakan atau kendaraan yang ditaruh di tempat yang tidak semestinya, atau apa saja yang mengganggu pandangan mata.

Disinilah kesabaran dan ketenangan sangat dibutuhkan. Kadang emosi [karena kecapekan di jalan menuju rumah] langsung meledak melihat kondisi yang tidak sesuai dalam bayangan otak. Buyarlah sudah semua rencana pertemuan yang sudah disusun rapi. Senyum yang tadinya siap dikembangkan langsung meredup dan berganti dengan tarikan wajah kaku dan keruh.

Tidak ada saat sabar untuk bertanya, kenapa piring kotor begitu banyak atau kenapa lantai begitu kotor. Yang ada hanya rasa jengkel dan bobolnya tembok emosi.

Jika ada rasa berbaik sangka, tentunya hal seperti di atas tidak mungkin terjadi. Namun kata baik sangka memang hanya mudah diucapkan, tetapi sangat sulit dilaksanakan, padahal jika benar-benar mau berbaik sangka, maka semuanya akan mengalir begitu lancar.

Seperti mobil yang berhenti dan didorong, maka dibutuhkan kekuatan dorongan yang sangat besar di awal proses pendorongan mobil. Baru setelah mobil mulai bergerak, maka dorongan yang kecilpun akan sanggup membuat mobil tetap bergerak.


"Dan jadikan sabar dab shalat sebagai penolongmu ( Al-Baqarah:153 ) "

Tidak ada komentar: