Pagi itu aku mengajak istriku untuk makan siang bersama di kantin kantor. Waktunya bisa sebelum sholat Jumat atau setelah sholat Jumat, lihat sikon. Kuperkirakan, dengan telah lemburnya semua senior manajer dan konsultan di kantor pada hari Kamis kemarin, maka tidak ada lagi pekerjaan berat yang tersisa pada hari ini. Kalaupun ada, paling tinggal finishing touch saja.
Presentasi yang kuterima pagi ini kubaca waktu dibuatnya jam 00.15, berarti tadi malem mereka (senior manajer dan konsultan) pada lembur sampai after midnight. Hebat juga para pimpinan senior di kantorku.
Saat yang ditunggu akhirnya tiba, melakukan pra presentasi. Kulihat presentasinya sudah banyak penyempurnaan. Semoga presentasi ini cocok dengan yang dimau big big bos (B3), meskipun bukan aku yang membuat, tapi aku ikut seneng kalau presentasi ini cocok.
Ternyata masih banyak kesalahan dalam presentasi ini. Dikejar waktu yang makin dekat sholat Jumat, semua hadirin jadi pada merasa under pressure. Terpikir oleh mereka, presentasi ini harus dikoreksi lagi, diprint 50 exp dan dijilid untuk didistribusi pada rapat after Jumatan.
Aku termasuk stress juga, soalnya disalah-salahin untuk pekerjaan yang dikerjakan oleh konsultan. Kalau kita salah dan disalah-salahin sih “oka-oke” saja (itu adalah sebagian dari tugas kita), tapi kalau kerjaan orang lain dan kita yang disalah-salahin terpaksa jadi nyengir juga. Para hadirin juga pada nyengir, karena mareka tahu juga kalau itu bukan kesalahanku.
Itulah memang gunanya kita digaji, salah satunya untuk menerima “curhat” dari pimpinan kita.
Mendekati sholat Jumat, akhirnya koreksi juga mendekati selesai. Saat itulah aku dipaksa makan siang. Mau njawab bahwa sudah janji mau makan siang sama istri, kok enggak terucap juga. Mererka bilang,”pak Eko jangan stress, makan saja untuk nemani kami”. Kupikir mereka yang stress, jadi pelariannya makan siang saja.
Begitulah akhirnya aku makan siang sambil melakukan koreksi dan memikirkan istriku yang katanya sudah sampai di kantor. Tentu semua serba nggak “konsens”.
Suasana jadi buyar ketika BBB masuk dan bertanya padaku. Kupikir dia masih belum puas memberi koreksi, ternyata dia nanyanya begini,”Eko, kamu kalau Jumatan hari apa?”
Ya sudah, buyar semua. Aku langsung ke masjid dan kutinggalkan semua barangku di ruang rapat. Itulah sebabnya sampai sekarang aku nggak pernah lagi bawa flash disk 4 GB kesayanganku. Soalnya ikut raib setelah kutinggalkan di ruang rapat itu.
Suasana makan siang di kantin juga nggak seperti yang kubayangkan pagi tadi. Aku tidak bisa mengelak, bahwa suasana rapat masih tetap merasuki acara makan siang dengan istri ini. Kasihan deh istriku, nggak tahu masalahnya tapi ikut merasakan auranya.
Selesai makan siang, aku mengecek hasil cetakan presentasi. Ternyata mereka mencetaknya di printer buble jet, bukan laser. Udah gitu nyetaknya bukan per eksemplar tapi halaman 1 diprint dulu 25 kali, halaman 2 diprint 25 dst. Jadi sampai saat itu nggak ada yang sudah jadi satu exp-pun. Wah, aku kayaknya kurang ngasih pengarahan tentang cara ngeprint.
Idealnya untuk kondisi under pressure ini, maka nyetaknya perbuku. Atau kalau mau model per halaman, maka dicetak 5 dulu atau 3 dulu.
Stress yang tadinya sudah menurun karena makan siang sama istri, jadi naik lagi. Akhirnya aku lari ke printer laser dan langsung minta tambahan cetak. Bagaimanapun kecepatan laser printer ini bisa 3 atau 5 kali lebih cepat dibanding buble jet yang tercanggih sekalipun.
Legakah setelah selesai dicetak?
Belum, masih ada acara dadakan pada saat semua telah selesai dicetak. Aku harus mengisi acara pelatihan dengan sarjana baru yang baru saja diterima di kantor, karena pengisi acaranya tiba-tiba harus meninggalkan ruangan. Untung aku masih punya materi MBTI test. Ya sudah kulakukan saja acara test MBTI pada mereka dan langsung kita sampaikan profil mereka.
Sudah lega?
Belum ternyata! (ini gaya bahasa wong medan, seharusnya kan "ternyata belum").
Acara penutupan ternyata materinya hilang entah kemana. Mungkin tanpa sengaja kena tombol del, atau kena virus nggak tahu, tapi yang jelas akhirnya sampai sore aku harus ngisi acara itu.
Alhamdulillah, akhirnya selesai juga acara sore itu. Yang lebih kusyukuri, ternyata justru acara improvisasi ini bisa membuat aktif semua peserta. Mereka pada tampil satu demi satu untuk menyampaikan kesan dan pesan mereka. Secara absolut, mereka menyampaikan bahwa model penerimaan pegawai di kantorku belum pernah mereka dengar dari kawan-kawan mereka yang telah bekerja sebelumnya (wooi gitu ya...?!:-)
Akhirnya terbayar lunas semua capek hari Jumat, 12 Maret 2008 ini. Segala puji hanya bagi Tuhan yang telah mengarahkan acara ini. Aku jadi makin yakin bahwa semua peristiwa itu pasti ada hikmahnya. Tugas kita tinggal ngambil nafas panjang dan mencoba memahami apa yang terjadi, bila yang kita jumpai ternyata tidak cocok dengan apa yang kita harapkan.
Bila yang kita jumpai cocok dengan perencanaan kita, maka tugas kita adalah segera bersyukur padaNya dan mencoba mencari pemikiran lain, karena pasti ada sistem yang lebih baik dari yang sedang kita jalankan sekarang ini.
Salam