Minggu, Januari 30, 2011

Mas Sujud Kendang Sakit?


Dari status mas Jemek Supardi kubaca kalau mas Sujud sedang sakit. Kudoakan semoga mas Sujud segera sembuh dan bisa main kendang lagi seperti biasa.

Mas Sujud adalah pengendang jalnan terbaik yang pernah kukenal. Kesetiaannya pada dunia seni dan pada istrinya susah ditiru oleh seniman lainnya.

Lugu dan tanpa pamrih itulah mas Sujud. Hidupnya untuk seni dan hanya untuk seni yang digelutinya sejak masih kecil sampai sekarang umur beliau pasti sudah sekitar enam puluh tahunan.

Cepat sembuh dan terus berkarya ya mas.

+++
Foto ambil dari FB mas Sujud (kiriman mas Jemek)

Sabtu, Januari 22, 2011

Napak Tilas bersama Blogger S'pore

Beberapa tahun lalu aku pernah main ke Singapura dan acaranya sangat standard. Biasanya yang disebut acara standard adalah seperti ini :
- nginap di hotel berbintang,
- pagi dijemput limousine (tertera di "itinerary", tapi prakteknya mobil biasa yang tidak sepanjang mobil limousine),
- mengikuti acara formal pada jam kerja dan
- malamnya ditutup dengan dinner.

Kalau sudah begitu, maka keinginan untuk berpetualang menjadi suatu tantangan tersendiri. Curi-curi waktupun dilakukan agar bisa pergi sesuai kemauan sendiri. Risikonya tersesat di jalan dan muter-muter tak tahu arah, tapi demi sebuah petualangan, maka itulah yang harus ditempuh.

Setelah tanya sana-sini, maka mulailah kita mencuri waktu. Bekerja sama dengan sopir taksi kita keliling kota dan hasilnya adalah petualangan yang seru dan membuat adrenalin seperti terpacu untuk menyelesaikan semua agenda kegiatan secara tepat waktu.

Kali ini, yang terjadi sungguh sangat berbeda. Aku tidak mengira bahwa ada yang lebih menarik dari yang pernah kualami di Singapura beberapa tahun lampau.

Pak Amid, seorang Blogger yang kukenal via Multiply, menyambutku di terminal dan langsung memeluk erat tubuhku dan tentu saja kupeluk erat juga beliau. Ini kejutan yang pertama bagiku. Aku tidak mengitra seramah ini pak Amid denganku, seorang yang baru dikenalnya dan baru dijumpainya pada hari pertemuan ini.

Tak ada limousine yang menjemput, yang ada hanya bus umum dan transportasi masal (MRT), tapi sensasinya luar biasa. Pak Amid yang asli lahir di Singapura, tentu sangat mengenal seluk beluk kota Singapura. Langsung saja dibagikan kartu padaku.



"Ini berlaku untuk semua jenis angkutan umum, yang penting ada deposit di kartu ini"

Selanjutnya perjalanan napak tilas inipun dimulai. Yang pertama tentu sarapan dan pak Amid membawa kami terpaku di meja sementara dia sibuk pesan segala macam masakan. Akhirnya aku jadi tidak enak sendiri dan ikut berdiri menemani pak Amid antri di warung mie (bukan mie sehati).



Aku sengaja pesan mie rebus untuk membedakan dengan mie sehati. Aku berencana memang menuliskan wisata kuliner di Singapura ini dalam blog mie sehati.

Setelah difoto, maka mulailah mie rebus ala Singapura ini disantap. Hasilnya tentu enak tapi pasti masih lebih enak mie sehati (hahahaha...narsisnya kumat lagi).

Selesai makan, kita berjalan kaki sampai ke stasiun kereta api. Aku dibuat bingung dengan perjalanan ini. Saat kita berjalan memutar aku lihat lokasi awal aku jalan hanya dipisahkan oleh lapangan rumput sejarak 2 meteran saja, tetapi kenapa kita tidak lewat lapangan rumput itu, justru kit aberjalan memutar.

Mungkin ajakan untuk "dilarang menginjak rumput" tidak perlu ditulis lagi disini.

Di stasiun KA ini bisa kulihat bekas-bekas KA jaman dulu dan juga beberapa alat bantu perkereta apian. Kami tertawa sendiri ketika melihat papan nama yang tertera di beberapa tempat. Padanan kata yang bagi kita terasa lucu, bagi mereka adalah hal yang biasa.



Niatanku ke Singapura ini sebenarnya hanya dua. Satu untuk bertemu dengan pak Amid yang sudah lama ingin kujumpai dan ingin berjumpa denganku dan satunya adalah ingin sholat di masjid yang dulu aku pernah sholat.



Yang terjadi kemudian adalah diluar ekspektasiku. Hampir sebagian besar kota ini kita datangi dengan berbagai moda angkutan. Mulai dari Jalan kaki (setengah berlari kadang-kadang), naik bus maupun angkutan umum lainnya.



Keluar masuk gedung konser, pasar murah di Bugis Village maupun aksi narsis dimanapun ada lokasi yang bisa dipakai untuk narsis berjamaah maupun narsis sendirian.



Sayangnya camera Canonku yang sangat vital bagi seorang blogger, ternyata kubawa tanpa batere yang masih nempel di mesin charge di atas mejaku. Jadinya semua foto yang diambil terpaksa memakai camera yang kualitasnya -bagiku- sedang-sedang saja.

"Ada satu yang harus kuambil hikmah dari tertinggalnya batere camera ini. Kita jangan jadi budak camera. Ini hanya alat, seperti juga BB, jangan sampai mau diperbudak oleh barang seperti ini", ketaku ketika kita membahas masalah tertinggalnya batere cameraku.

"Pak Eko tidak mau bilang kalau sudah tua ya? Sudah mulai pikun ya? Hahaha...."

Waduh aku tercekat dan tersenyum dalam hati. Beginilah gunanya teman, selalu mengingatkan kita akan apa yang seharusnya kita lakukan. Kusalami lagi pak Amid yang kulihat mulai berkaca-kaca matanya. Aku dari tadi juga sudah berkaca-kaca, tapi kukejab-kejabkan mata ini, sehingga aku selalu tampil bersih di mata.

Senderan kepala Pak Amid selalu langsung meresap dalam hatiku dan kubiarkan senderan kepala itu, aku takut jika membalas, maka dadaku menjadi sesak dan aku tidak sanggup lagi menahan air mata yang mulai bersiap untuk keluar.

Terima kasih pak Amid, terima kasih pak Eddy yang telah mengawaniku napak tilas di tanah seberang ini. Semoga persahabatan ini tak lekang oleh waktu. Amin.


Minggu, Januari 16, 2011

Gowes ke Joglo Abang


Sehabis subuh hujan gerimis membasahi kota Yogyakarta, akupun jadi ragu untuk sepedaan pagi ini. Apalagi badan masih terasa capek, sehabis jetlag Jakarta Yogya by Bus dan ikut acara Munas TDA Yogyakarta di Sogan Batik.

"Pak, hujan lho...jangan dipaksain nggowes", kata istriku

"Udah janji sama mas Tri je...", sahutku sambil menghidupkan komputer dan mulai menulis laporan kegiatan TDA Yogyakarta kemarin sore.

Istriku menemaniku menulis dan menjawab pesan yang masuk ke inbox. Sempat juga buka fisbuk istriku untuk menjawab beberapa pesan yang masuk dan approve permintaan pertemanan dari beberapa kawan istriku.

"Lho, ini kawan SMPku pak. Coba buka undangan pertemuan panitia SMP-ku pak..", aku akhirnya tidak jadi nulis di blog. Aku hanya sempat copas dari blog kompasiana dan kurubah disana sini saja.

Apalagi ketika ada pesan masuk dari mas Tri.

"Jadi sepedaan mas?"

"Jadi mas. Langsung berangkat, gak usah mandi dulu ya. Aku jemput mas Tri", jawabku via ceting ke mas Tri.

"Ya tak tunggu"

"Ups..aku lupa sepedaku masih di bengkel. Kemarin sore gembos dan akhirnya nginap di bengkel. Aku ambil sepada dulu dan mas Tri jemput aku saja. Arah gowes seperti kesepakatan kemarin saja, mlipir selokan mataram ke arah barat"

Sampai di bengkel aku dibuat geleng kepala. Aku hanya minta dipompa saja kok malah ditambal. Kan baru saja ganti ban dalam terus setealh itu sepeda tak parkir gak ada yang makai, lha kok kata bengkelnya sepedanya bocor di "dop" dan harus ditambal.

Beberapa minggu lalu sepedaku memang bocor halus dan aku tahu bahwa ban sepedaku kurang bagus karena saat sepedaan lalu bocor di "dop"-nya tapi karena toko sepeda tutup semua maka kubiarkan saja kempes setelah beberapa hari gak dipakai.

Minggu lalu kubelikan ban dalam dan langsung ganti ke bengkel itu. Eh kejadiannya bocor lagi "dop"nya. Benarkah kualitas ban dalam kita begitu parahnya? Baru sekali pakai, jarak kurang dari 1 km dan sudah bocor lagi "dop"-nya?

Agak susah berbaik sangak di masalah ini, jadi kuputuskan untuk dilupakan saja dan fokus pada acara sepedaan berjamaah dengan mas Tri.

Berduaan kami keluar masuk kampung dan akhirnya sampai di pinggir selokan mataram. Arah gowesan sudah jelas yaitu menuju arah barat dan menyusuri pinggir selokan mataram.


Satu jam bersepada akhirnya sampai di Joglo Abang, tempat mangkalnya para relawan Merapi sekaligus rumah lain dari mas Antok Suryaden. Setelah ditelpon gak diangkat, maka aku ambil gamnbar saja dengan mas Tri di Joglo Abang ini.

Badan mulai cape dan tenggorokan juga sudah perlu digelontor air, sehingga tujuan sudah mulai berubah.

"Kita cari warung yang buka mas"

"Yes, segelas teh hangat atau kopi panas sangat occok di udara yang dingin dan keringat yang mulai membasahi badan ini"

Setengah jam mencari-cari warung yang sudah buka akhirnya membawa kami ke warung nasi Gudeg Bu Yanti. Semuanya jadi tidak obyektif untuk ditulis.

"Apapun makanan dan minumannya, dalam kondisi seperti ini pasti adanya ya enak dan enak banget saja"



Benar saja, satu piring nasi standard dengan lauk standard, ayam, gudeg krecek dan telor habis dalam hitungan menit saja. Mungkin tidak sampai sepuluh menit semua hidaangan sudah tandas habis.

Aku jadi ingat petuah sesat tentang makan.

"Makanlah sebelum lapar dan jangan berhenti makan sebelum kenyaaaaaang betul...!:-)"

Tentu itu adalah parodi dari "Makan ketika lapar dan berhenti makan sebelum kenyang"

Seperti dugaanku, setelah makan maka semangat nggowes sudah mulai menurun. Selain karena kekenyangan, lalu lintas juga sudah mulai ramai, sehingga susah untuk santai lagi. Jalan-jalan kampung sudah berubah menjadi ajang balap, apalagi jalan raya, sudah tak ada lagi lahan untuk para pesepeda.

Untuk kota yang walikotanya demen sepeda saja suasana para pesepeda tidak nyaman, apalagi kalau kotanya dipimpin oleh walikota yang tidak demen sepeda, wah mau kayak apa tuh.


Perjalanan sempat terhenti ketika melewati rel kereta api. Akupun turun dan mendekati rel kereta api sambil bersiap untuk mengambil gamnbar kereta api yang akan lewat. Jadi ingat film unstoppable nih. Kereta tanpa masinis yang melaju kencang dan tak bisa dihentikan lagi karena kencangnya dan panjangny agerbong yang dibawa.


Para pengemudi sepeda motor yang tertahan oleh palang pintu kereta semua berhenti dengan tak teratur. Mereka memenuhi seluruh badan jalan, baik lajur milik mereka sendiri maupun lajur kanan yang seharusnya menjadi milik pengguna jalan dari arah berlawanan.

"Itu cewek yang disampingku tadi dengan santainya berhenti di paling kanan jalan dan sudah masuk ke bahu jalan penguna jalan dari arah depan..."


Akhirnya mas Tri memarkir sepedanya juga dan ikut menikmati suasana stasiun Bantulan. Jadi inget waktu kecil dulu suka main ke stasiun untuk menaruh paku besar di atas rel kereta api. Bila ada kereta api yang melewati paku itu, maka paku akan menjadi gepeng dan berubah bentuk menjadi pisau kecil yang sangat tajam dan runcing.

Pulang ke arah rumah sempat mampir sebentar di rumah Emha Ainun Najib. Rumahnya terlihat sepi dan tidak ada tanda kehidupan. Para centengnya juga tidak terlihat, jadi kita gowes lagi sepeda menuju warung Mie Sehati.

Hari ini badan capek tapi puasnya tidak terkira. Sepanjang perjalanan di samping selokan mataram kita tidak hanya teringat bacaan puisi tentang gemercik suara air yang mengalir, semilir angin sawah, tapi kit amengalaminya dan merasakan betapa wajah ini menjadi sangat nyaman.

Terima kasih mas Tri, telah memberi hari yang indah di pagi hari ini.

Salam sehati.

Pohon bambu di depan warung ini membuat suasana menjadi natural banget

Kamis, Januari 13, 2011

Reuni Mini Civeng 2011

Setelah sekitar setahun tidak bertemu, maka diputuskan untuk ketemuan lagi di Dapur Sunda. Inilah resto yang paling dekat dengan Cawang, sehingga aku akan mudah untuk mengatur waktu kedatangan dan pemesanan makanannya.

Berduaan sama mas Noor, kutungguin teman-teman yang berdatangan satu demi satu. Sayangnya banyak teman yang pada detik terakhir membatalkan kehadirannya. Ada Ibu Dosen yang kehilangan mahasiswanya dan juga kehilangan moment reuni mini ini.



"Tiwas ke kampus, tenryata acaranya dibatalkan, Wis dua-duanya jadi gak bisa datang"

Ada lagi yang tidak bisa datang karena sedang berpuasa (semoga puasanya diterima Allah swt. Amin).

Ada lagi yang meluncur ke KL dan jamnya nanggung banget, sehingga tetap tidak bisa datang. Alhamdulillah, meski begitu beberapa teman yang sudah mengalokasikan harinya untuk ketemuan pada hari ini tetap dapat memenuhi janjinya dan ngobrol ngalor ngidul melepaskan penat di hati.



Ada Bambang Kusmanto, Bambang Bintoro, Subandono, Noor Utomo, Supardjono dan Sigit Sekretaris Alumni CIveng 78.



Pulang dari acara sudah menunggu berita yang lebih dahsyat. Acara reuni yang direncanakan pada tanggal 29 Januari 2011 tenryata tidak bisa kuikuti. Pastinya tidak bisa diikuti juga oleh Kopral Jono dan Raden Mas Noor Utomo.



Aku langsung kontak mas Faisol, tuan rumah acara reuni di Bandung.

"Wah gak ada loe gak rame Ko..."

"Jadi gimana baiknya? Mau diajukan atau diundurkan?"

Lewat komunikasi ponsel, mas Puguh mempersilahkan panitia untuk memilih hari.

"Mau maju atau mundur silahkan, yang penting banyak yang datang..."

Jadi pilihan saat ini mengerucut pada dua pilihan, tanggal 22 Januari 2011 atau 19 Pebnruari 2011.

Yuk kita tentukan segera agar pasti jadwal mana yang harus digeser.

Salam sehati.