Kamis, November 13, 2008

Keceriaan Pak Dhe [2]

Pak Dhe menarik nafas panjang membaca surat yang dipegangnya. Sebuah surat undangan untuk berdiskusi dengan manajemen pabrik dengan topik efisiensi pabrik.

Mulai minggu lalu, pak Dhe sudah resmi tidak masuk kerja di pabrik. Yang diingat pak Dhe, di hari terakhir kerja, saat dipanggil oleh kepala pabrik, hanya kalimat yang diterjemahkan sebagai "mulai besok bapak tidak usah masuk kerja lagi", selain itu tidak ada lagi kalimat yang masuk dalam telinganya.

Cobaan yang begitu hebat di minggu-minggu ini membuat konsentrasi pak Dhe sangat rapuh. Rasanya imannya seperti biduk di laut lepas yang terkena hantaman badai besar. Terhempas kesana kemari, timbul tenggelam dimainkan ombak.

Kemarin Kang Udin memang memberi tahu tentang undangan itu, tetapi pak Dhe merasa sudah bukan pekerja pabrik lagi, jadi kenapa harus hadir. Memang disebutkan di surat itu, bahwa pak Dhe diundang dalam kapasitasnya sebagai anggota Serikat Pekerja seksi dakwah, tapi apa masih perlu dia datang ke acara diskusi itu?

Siangnya pak Dhe memutuskan untuk datang ke pabrik. Minimal dia harus memberi klarifikasi tentang statusnya sekarang dan relevansinya dengan undangan itu.

Seminggu tidak masuk pabrik dan wajah-wajah akrab yang biasa dilihatnya kembali muncul di hadapannya. Senyum renyah mereka menyambut kedatangan pak Dhe. Rasanya pak Dhe ingin mengalirkan air mata, tapi panas di matanya masih dapat ditahannya agar tidak menjadi air mata. Di toilet pabrik baru air mata itu mengucur deras, sehingga pak Dhe harus berpura-pura wudhu untuk menghapus sisa-sisa air matanya.

Di siaran TiPi disamping kantin pabrik, pak Dhe berhenti sejenak. Berita yang ada adalah maraknya pengangguran di Amerika, sehingga ada seorang laki-laki berumur sekitar 45 tahun harus keluar dari pekerjaan dan sudah berpuluh-puluh kali dia melamar pekerjaan di tempat lain dengan hasil "nihil".

Istri sang pegawai itu, yang tadinya hanya menjadi ibu Rumah Tangga yang baik, akhirnya ikut mencari kerja, tapi hasilnya sama saja. Fenomena itu tidak hanya terjadi pada sebuah keluarga di Amerika, tetapi terjadi di beberapa keluarga di Amerika, bahkan kondisi yang lebih parah terjadi di beberapa keluarga lainnya.

Ketika asyik noton siaran itu, pundak pak Dhe ditepuk penonton yang baru masuk.

"Assalamu'alaikum pak Dhe", sapanya ramah

"Wa'alaikum salam, Pak Rochmat", terkembang senyum pak Dhe menerima pelukan Ketua Serikat Pekerja Pabrik, pak Rochmat.

Keduanyapun akhirnya asyik berbincang tentang segala hal, sehingga akhirnya sampai ke acara diskusi yang akan dilaksanakan sehabis sholat Dhuhur nanti.

"Kenapa sih aku masih diundang diskusi pak?"

"Lha kan pak Dhe yang mengusulkan diskusi ini bulan lalu dan manajemen akhirnya menyetujui setelah kujelaskan dengan data yang ada"

"Iya memang, tapi aku kan bukan pekerja pabrik lagi"

"Halah.... ide siapa itu?", kaget pak Rochmat menjawab.

"Pak Abu, kepala Pabrik"

"Astaghfirullah. Sebegitu kejamnya dia sama pak Dhe ya? Alhamdulillah, pak Dhe masih mau datang kesini, jadi bisa kujelaskan duduk perkaranya"

Pak Dhe tidak bisa berkata-kata lagi ketika dia tahu bahwa sebenarnya dia hanya diminta untuk cuti selama sebulan, karena sudah bertahun-tahun pak Dhe tidak pernah mengambil cuti. Pak Dhe terlalu bertanggung jawab dengan pekerjaannya, sehingga cutipun tidak pernah diambilnya.

Yang selalu diambilnya hanyalah libur di tanggal merah saja, itupun kadang masih disempatkan pak Dhe untuk melihat-lihat pabrik.

Temuan pak Dhe tentang tidak efisiennya proses pekerjaan di pabrik rupanya telah membuat berang Kepala Pabrik, sehingga keputusan manajemen berdasar usulan Serikat Pekerja diplintirnya menjadi pemutusan hubungan kerja.

"Pak Abu sudah dipindah ke pabrik kita yang lain dan pak Dhe masih pekerja di pabrik ini. Gitu ceritanya"

Subhanallah, begitulah Allah mengatur roda kehidupan ini. Pak Abu yang telah terpesona oleh kehidupan dunia rupanya telah menjadi gelap mata dan mau melakukan apa saja untuk mencari kesenangan di dunia. Pak Abu telah lupa akan semua petunjuk yang ada di Al Quran.

Allah SWT berfirman :
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. (QS, al-Hadiid 57:20).

Ali menutup bukunya, mengusap air matanya dan memandang PS baru yang dibelikan ayahnya karena kemarin dia ngambeg tidak mau berbuat apa saja sebelum dibelikan PS baru.

"Aku rupanya telah menyusahkan ayah ibuku. Maafkan aku ayah ibu", Ali menuju ruang keluarga dan menciumi ayah ibunya yang keheranan melihat tingkah aneh anaknya.

2 komentar:

Syamsul Alam mengatakan...

Subhanallah........... cerita dari mas Eshape emang maknyus! Beberapa nggak kesini dan aku sudah ketinggalan banyak cerita bagus.......

Eko Eshape mengatakan...

Aku malah lupa nggak mbales komentar ini.

He..he...he... dasar sudah pikun.
Kukira sudah ternyata belum.

Salam