Minggu, Februari 06, 2011
Impianku
Kadang ketika impian itu tercapai, aku baru menyadari mengapa impian itu tercapai saat itu, bukannya saat lalu atau beberapa tahun lampau.
Senyum selalu kusunggingkan di bibirku. Aku tahu dan sangat menyadari kalau impian itu kuterima beberapa tahun lampau, aku pasti tidak kuat menerimanya.
Dari semua impianku, yang paling patut kusyukuri tentu saja, sampai detik ini dan sampai akhir hayatku, insya Allah, aku tetap berpegang teguh pada tali Allah swt. Banyak artikel yang menyatakan bahwa makin pandai seseorang makin jauh dari Tuhan, dan makin rendah IQ seseorang makin dekat dia dengan Tuhannya. Amerika adalah pengecualian tentang pendapat ini. Di Amerika, yang IQ-nya di atas rata-rata, justru keimanan pada Tuhan lebih tinggi dibanding negara lainnya.
Aku tidak tahu keabsyahan pendapat ini, karena aku tidak peduli tentang tionggi rendah IQ. Yang kuperlukan hanya bagaimana aku bisa meningkatkan iman dan taqwa padaNya, agar saat menghadap padaNya aku sudah punya bekal yang cukup.
Sudah banyak contoh terpaparkan di depanku, bahwa yang muda belum tentu yang terakhir menghadap padaNya. Mas Adjie adalah bukti paling dekat di saat ini. Muda ganteng dan (terlihat) sehat, tapi meninggal saat dirawat secara intensif sehabis olah raga malam.
Kusyukuri aku punya keluarga yang sangat sayang padaku dan yang sangat kusayangi. Aku pernah menulis status di FBku, " Yeni Istriku dan Anis kekasihku". Akibatnya banyak teman-temanku yang langsung menegurku.
Seperti biasa aku dengan santai menjawab, bahwa Yeni memang istriku tetapi Anak dan Istri (Anis) adalah kekasihku.
Selasa, November 04, 2008
Radio [u/ Mbah Uti]

Totok, adikku nomor 3, diketawain ketika beli radio "Mahar". Masak sudah punya banyak multimedia kok masih juga mbeli radio klasik.

Senin, Oktober 06, 2008
Kehangatan [lebaran] Condong Catur
Gak lengkap rasanya lebaran kalau tidak ngadep emak tersayang. Jadilah habis sholat di Lapangan Perumnas Condong Catur langsung menghadap emak.
Di serambi rumah, berpelukan dulu dengan istri dan anak-anak tersayang. Saling memaafkan.
Kubilang sama istriku,"Bapak yang lebih banyak salah nih .... maafin bapak ya...!"
Jawab istriku,"Iya, yang lebih tua yang lebih banyak salahnya..."
Anakku nomor dua, Haslita Nisa, tersenyum mendengar ucapan ibu. Akupun ikut tersenyum dan mendekap erat-erat istriku [satu-satunya]. Coba ada istri yang lain apa enggak bingung tuh untuk berlaku adil [???].
Setelah itu baru masuk kamar dan bersimpuh di depanibu alias emak tersayang. Meskipun sudah gedhe, aku tetep minta ibu untu rajin berdoa untuk aku dan tetap berdoa untuk ibu sendiri agar umurnya bermanfaat.
Insya ALlah, doa ibu lebih makbul dari doa-doa yang lain.
Amin.
Setelah cukup puas, kamipun pergi ke rumah ibu mertua untuk melakukan hal yang sama. Habis itu, aku terima SMS dari Condong catur,"MAs Yus sudah di Condong, cepet pulang", kata SMS itu.
Akupun meluncur ke ConCat dan bergabung dengan keluarga mas Yus yang cukup lengkap. Ada Totok juga disana, dan tentu saja Rama [dua blogger dari keluargaku].
Sesiang itu kami saling bercengkerama dan bergurau, sampai kemudian harus berpisah.
Namun saudara terus berdatangan. Menyusul kemudian adalah mas Yono bersama istrinya [anaknya sudah duluan datang sih].
Alhamdulillah, hari ini dilewati dengan penuh syukur padaNya.
Sabtu, September 27, 2008
YoGyA [panyu] "wis" DaTanG
Perjalanan selanjutnya adalah menyelesaikan tugas dari kawan kantor.
Pertama ke Kupu-KuPu MalaM, naruh kripik. Kemudian ke Ketua SPW, tapi gak jadi karena ternyata pak Ketua masih didalam "sepur" alias belum nyampe ke rumahnya.
Perjalanan terus dilanjutkan ke Klaten, ke rumah Ita alias Koeswo [he..he..he... agak unik memang wong namanya Koeswo panggilannya kok Ita]
Melalui perjalanan yang berliku-liku, artinya nanya-nanya ke berapa orang dan semuanya memberikan alamat yang berbeda, maka akhirnya sampailah aku di rumah Ita.
Beberapa hari lalu, Ita ini memang mudik mendahului jadwal, karena ortunya [her dad] meninggalkan dunia ini [tanpa pernah sedikitpun memberi tahu], sehingga kita di Jakarta bersepakat untuk nengok rumahnya bila telah sampai di Yogya.
Begitulah, kami berbasa-basi sebentar, ambil foto [dan berjanji dalam hati untuk memuatnya dalam blogqu], bila telah punya kesempatan itu.
Yang tidak diduga, ternyata Ita telah menyiapkan sekardus oleh-oleh buat kita. Yo wis, tidak baik menolak pemberian orang, dan pak Rudi [our driver] dengan senangh ati akan membawanya ke Bogor.
Setelah semua usai, maka akupun meluncur ke Condong Catur untuk menemui Ibunda tercinta. Sholat Dhuhur di Masjid Muhajirin dan sholat Asar di Masjid Menur [di jamanku belum ada nih masjid ini]
Luar biasa perkembangan semangat teman-teman Remais [masihkah memakai nama itu atau sudah ganti ya?] dalam memakmurkan syiar agama di COndong Catur.
Selamat buat teman-teman Remais.
Akupun senang melihat Ibuku yang tertawa cerah melihat anak mbarepnya yang datang mendahului Jadwal.
Pasti eh insya Allah, karena doa ibulah aku dapat menjalani mudik ini dengan lancar. Kudengar lewat radio, jalanan pada macet, sementara aku lancar car....!:-)
Begitulah barangkali manjurnya doa seorang ibu.
Semoga Allah mengasihi ibuku seperti beliau yang selalu mengasihiku ketika aku kecil. Amin.
Semoga Allah menunjukkan yang benar sebagai yang benar dan memberi kekuatan pada kita untuk dapat melaksanakan kebenaran itu.
Amin.
Jumat, Februari 15, 2008
”Kyoiku Mama”
”Kyoiku Mama”
Oleh Daoed Joesoef *
Di antara banyak faktor yang berperan membuat Jepang menjadi raksasa ekonomi di paro kedua abad XX adalah etika kerja dari karyawan yang stereotipe. Orang-orang yang biasa berbaju biru tua inilah yang merupakan mesin penggerak salah satu sukses ekonomi terbesar dalam sejarah modern. Beginilah bunyi cerita yang telah melegenda, sebelum datang kesaksian dari Tony Dickensheets. Dia adalah seorang pendidik
Peran Ibu
Pada tahun
Dengan kataan lain, pertumbuhan ekonomi Jepang yang luar biasa sejak
Dalam kapasitas sebagai ibu inilah para istri membaktikan hidupnya demi kepastian keturunan mampu memasuki sekolah-sekolah bermutu. Maka, di balik karyawan Jepang yang beretika kerja terpuji itu ada perempuan umumnya, kyoiku mama atau education mama khususnya. Mereka inilah yang merupakan pilar-pilar kukuh yang menyangga para karyawan itu.
Merekalah yang membantu perkembangan ekonomi yang luar biasa dari bangsanya sesudah Perang Dunia. Kerja dan pengaruh perempuan Jepang dapat dilihat dalam jalannya pendidikan nasional dan stabilitas sosial, yaitu dua hal yang sangat krusial bagi keberhasilan ekonomi sesuatu bangsa.
Jadi, perempuan Jepang ternyata berperan positif dalam membina dan mempertahankan kekukuhan fondasi pendidikan dan sosial yang begitu vital bagi kinerja kebangkitan ekonomi bangsanya.
Ketika saya sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan diundang untuk meninjau berbagai lembaga pendidikan dasar, menengah, dan tinggi negeri ini, saya kagum melihat kebersihan ruang laboratorium di sekolah umum dan bengkel praktik di sekolah kejuruan teknik. Semua murid membuka sepatu sebelum memasuki ruangan dan menggantinya dengan sandal jepit yang sudah tersedia di rak dekat pintu, jadi lantai tetap bersih bagai kamar tidur.
Ketika saya tanyakan kepada guru yang mengajar di situ bagaimana cara mendisiplinkan murid hingga bisa tertib, dia menjawab, “Yang mulia, saya hampir tidak berbuat apa-apa dalam hal ini. Ibu-ibu merekalah yang telah mengajar anak-anak berbuat begitu.”
Saya teringat sebuah kebiasaan di rumah tradisional Jepang. Alih-alih menyapu debu di lantai, mereka masuk rumah tanpa bersepatu/bersandal agar debu tidak masuk rumah. Bagi mereka, kebersihan adalah suatu kebajikan.
Di toko buku, saya melihat seorang ibu sedang memilih-milih buku untuk anaknya, seorang murid SD. Ketika saya sapa, dia menyadari saya orang asing, dia tegak kaku dengan tersenyum malu-malu. Ibunya datang mendekati dan menekan kepala anaknya agar membungkuk berkali-kali, sebagaimana layaknya orang Jepang memberi hormat, sambil mengucapkan sesuatu yang lalu ditiru anaknya.
Setelah mengetahui saya seorang menteri pendidikan dan kebudayaan, entah atas bisikan siapa, banyak anak menghampiri saya, antre, memberi hormat dengan cara nyaris merukuk, meminta saya menandatangani buku yang baru mereka beli.
Perempuan dan Pendidikan
Lebih daripada di negeri-negeri lain, kelihatannya sistem pendidikan dan kebudayaan Jepang mengandalkan sepenuhnya peran perempuan dalam membesarkan anak. Karena itu dipegang teguh kebijakan ryosai kentro (istri yang baik dan ibu yang arif), yang menetapkan posisi perempuan selaku manajer urusan rumah tangga dan perawat anak-anak bangsa.
Sejak dulu, filosofi ini merupakan bagian dari mindset Jepang dan menjadi kunci pendidikan dari generasi ke generasi. Pada paro kedua abad XX, peran kerumahtanggaan perempuan Jepang kian dimantapkan selaku kyoiku mama atau education mama. Menurut Tony Dickensheets, hal ini merupakan “a purely Japanese phenomenon”.
Yang memantapkan itu adalah kesadaran para ibu Jepang sendiri. Mereka menilai diri sendiri dan, karena itu, dinilai oleh masyarakat berdasar keberhasilan anak-anaknya, baik sebagai warga, pemimpin, maupun pekerja. Banyak perempuan Jepang menganggap anak sebagai ikigai mereka, rasionale esensial dari hidup mereka. Setelah menempuh sekolah menengah, kebanyakan perempuan Jepang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Jika di Barat ada anggapan perempuan berpendidikan akademis yang melulu tinggal di rumah membesarkan anak sebagai wasting her talents, di Jepang orang percaya, seorang ibu seharusnya berpendidikan baik dan berpengetahuan cukup untuk bisa memenuhi tugasnya sebagai pendidik anak-anaknya.
Kalaupun ada ibu yang mencari nafkah, biasanya bekerja part time agar bisa berada di rumah saat anak-anak pulang sekolah. Tidak hanya untuk memberi makan, tetapi lebih-lebih membantu mereka menyelesaikan dan menguasai PR dan atau menemani mengikuti pelajaran privat demi penyempurnaan pendidikannya.
Membantu Ekonomi Bangsa
Perempuan Jepang membantu kemajuan ekonomi bangsa dengan dua cara, yaitu melalui proses akademis dan sosialisasi. Bagi orang Jepang, aspek sosialisasi pendidikan sama penting dengan aspek akademis, sebab hal itu membiasakan anak-anak menghayati nilai-nilai yang terus membina konformitas sikap dan perilaku yang menjamin stabilitas sosial. Mengingat kyoiku mama mampu membina kehidupan keluarga yang relatif stabil, sekolah tidak perlu terlalu berkonsentrasi pada masalah pendisiplinan. Lalu, para guru punya ketenangan dan waktu cukup untuk membelajarkan pengetahuan, keterampilan, kesahajaan, pengorbanan, kerja sama, tradisi, dan lain-lain atribut dari sistem nilai Jepang.
Menurut Tony Dickensheets, sejak dini para pelajar Jepang menghabiskan lebih banyak waktu untuk kegiatan sekolah daripada pelajar-pelajar Amerika. Lama rata-rata tahun sekolah anak Jepang adalah
Selain menambah kira-kira dua bulan dalam setahun untuk sekolah, sebagian besar waktu libur anak- anak Jepang diisi dengan kegiatan bersama teman sekelas dan guru.
Bila pekerja/karyawan berdedikasi pada perusahaan, anak-anak berdedikasi pada sekolah.
Mengingat tujuan sekolah meliputi persiapan untuk hidup bekerja, anak didik Jepang bisa disebut pekerja/karyawan yang sedang dalam proses training. Walaupun pemerintah yang menetapkan tujuan sistem pendidikan Jepang, keberhasilannya ditentukan oleh orang-orang yang merasa terpanggil untuk menangani pendidikan. Jika bukan guru, sebagian terbesar dari mereka ini, paling sedikit di tingkat pendidikan dasar, adalah perempuan, ibu-ibu Jepang, kyoiku mama. Mereka inilah yang membentuk masa depan Jepang, melalui jasanya dalam pendidikan anak-anak.
Maka, sungguh menarik saat di tengah gempita perayaan keberhasilan gadis Jepang menjadi Miss Universe
Celaan itu pasti merupakan cetusan nurani kyoiku mama. Berita ini bisa dianggap kecil karena segera menghilang. Namun di tengah pekatnya kegelapan, sekecil apa pun cahaya nurani tetap bermakna besar.
----------------------------------------------------------
* Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan; Penulis Buku “Emak” (buku ini lumayan bagus, layak dibaca dan dijadikan kado).
**
*** Buku bagus yang menyinggung soal pendidikan juga adalah ”Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata. Buku ini malah fenomenal, karena cetakan pertamanya habis terjual dalam waktu kurang dari sepuluh hari. Buku ini pun layak baca dan layak dijadikan hadiah.
Kiriman: WAWAN_WIDIYO ANDRYANTO
<wandryanto@ykh.chiyoda.co.jp>
Sumber : http://kompas.com/kompas-cetak/0707/07/opini/3643529.htm
Dalam ajaran Islam DIKENAL KALIMAT INI :
Al Ummu al madrastil ulaa, ibu adalah jendela utama pendidikan untuk putra/i-nya
Di dalam training-training ESQ juga banyak diambil contoh dari Jepang, (semangat) bushido, kaizen (perbaikan tak kenal henti), dsb.
Contoh-contoh di atas adalah bukti bahwa Islam punya aturannya, tapi justru mereka yang non Islam yang lebih banyak menjalankannya.
So,.... fas tabiqul khairat!