Rabu, Maret 19, 2008

Perlukah Pacaran ?



Ponakanku sudah cukup umur tapi belum pernah pernah pacaran. Suatu hari dia nanya tentang dirinya yang dipacari orang, tapi maunya gak usah pakai pacaran langsung nikah saja. Dia mungkin pingin tahu kenapa aku dulu banyak berpacaran tapi akhirnya menikah dengan orang yang tidak pernah dipacarinya.

Kubilang sama dia, lebih baik memang langsung menikah saja, kalau memang sudah ada rasa. Kalau mau yakin, lakukan sholat di tengah malam dan adukan masalah ini pada Yang Maha Kasih dan Maha Tahu. Tantangan untuk menikah juga pasti akan menyurutkan lelaki yang tadinya mau main-main saja.

Di hari lain, dia nanya lagi. Pacarnya sudah oke untuk menikahi dia, tapi model pernikahan yang mana yang menurutku paling khidmat dan tidak boros. Di satu sisi dia ingin semua handai taulan, kaum kerabat bisa menghadirinya, di lain sisi dia tidak ingin terlalu berfoya-foya dalam berpesta sehingga memaksakan diri, yang ujung-ujungnya jadi pemborosan.

Kuingatkan dia lagi, kalau aku dulu , di tahun 1991, nikah hanya dengan biaya 1 jutaan. Meskipun tidak semua kawan bisa hadir, tapi menurutku cukup meriah. Ada orkes dari kawan-kawan teater, dan dukungan yang luar biasa dari tetangga-tetangga.

Jadi acaranya ya di rumah saja, mulai pagi sampai siang. Jam tamu bebas saja. Yang di undang yang dekat-dekat saja. Makin banyak yang diundang akan makin membengkakkan biaya. Acara ini lazim diadakan di Medan atau Aceh. Ada musik keyboard dan para penyanyi dadakan dari saudara atau tetangga.

Akhirnya, pas tanggalnya tiba, aku ke yogya pagi-pagi (tidak naik Adam yang tadi malam dianggap sudah bubar). Agak terlambat sampai di Kauman, karena mampir mandi dulu di Cungkuk (biar lebih fresh!:-).

Maha Suci Allah, acara yang tadinya tak perkirakan sepi (makanya aku menyempatkan datang dari jauh agar tidak terlalu sepi), ternyata sangat meriah. Adikku mengeluarkan semua peralatannya, mulai dari video shooting, sampai sound system. Pembawa acaranya ternyata sangat profesional (padahal jabatan sehari-hari katanya pak RT di Wonosobo), dia mampu membawakan acara dalam berbagai bahasa dan diselingi dengan lagu (karaokean saja karena gak ada keyboard).

Makanan yang dihidangkan model prasmanan, dan semua makanan diolah oleh semua saudara-saudara yang ada di Yogya. Mulai dari nasi merah (yang ternyata sangat laris karena enaknya), nasi goreng, soto, siomay, dll. Pokoknya sangat komplit dan yang paling mengharukan memang karena dibuat oleh semua saudara dan dijagain langsung oleh pembuatnya.

Saudaraku dari Bali, yang datang ke yogya bukan karena diundang tapi karena dia mau ngundang mantu, sampai hampir menangis melihat kerukunan kita yang di yogya. Sungguh suatu semangat kebersamaan yang jarang terlihat lagi.

Sorenya aku pulang dengan dada yang penuh kebahagiaan. Puji syukur hanya pada Allah swt. Hanya atas rakhmatNya, semua ini bisa terjadi. Semoga kita selalu ada dalam bimbinganNya.
Amin.

........ eshape ....

12 komentar:

Anonim mengatakan...

Mas Eko...ada foto Nasi Merahnya? Pengen liat, soalnya terus terang baru denger...

Suwun

Anonim mengatakan...

Kayaknya nasi merah mulai trend menjadi hidangan di acara pernikahan,
pas dimantenan Ulil kemarin juga ada menu sega abang dan gudeg kates,
empal etc..

kayak menu sega abang kali jirak, atau sega abang kulon
pakem yang sudah turun gunung dari wonosari sana.

Anonim mengatakan...

Kalo di Bandung jarene lagi ngetrend Nasi Item.

Banyak dijual di Punclut

Eko Eshape mengatakan...

NAsi merah itu memang sudah lama aku nggak ngeliat, gak tahu juga sekarang ternyata sudah jadi trend.

Pedesnya luar biasa (lauknya-red!:-), tapi rasanya memang mak nyusss...

Sayang aku gak bawa tustel, jadi gak bisa ngambil gambarnya. Di VCD yang dibuat adikku juga kurang terlihat dengan jelas (dianggap hidangan yang biasa saja kali!:-)

...

Anonim mengatakan...

Ini pertanyaannya tentang perlukah pacaran dulu? Atau perlukah pesta nikah dibuat besar2an?
Kalau soal pesta nikah sih aku setuju yg sederhana saja. Yg penting silaturahmi-nya tercapai.

Namun kalau soal pacaran, aku pikir ada baiknya dulu sering pacaran. Kalau dulu ndak pernah pacaran, bisa jadi sudah nikah trus kepingin lagi pacaran sama yg lain (curious itu khan karena belom pernah nyoba) he he he.... :D

salam,

Anonim mengatakan...

simbahku dulu nggak pake pacaran nyatanya juga langgeng :D
dan ndak pernah pacaran lagi tuh :P


regards,

Anonim mengatakan...

Lah jaman simbahmu dulu emang ndak ada yg pacaran, jadi saat itu cari pacar juga sulit makanya wajar aja kalau simbahmu ndak pacaran lagi. :D

Namun tidak benar bahwa semua orang yg menikah tanpa pacaran pernikahannya bahagia. Yg hidupnya kayak neraka juga banyak lho.

Memang sih pacaran dulu juga tidak menjamin 100 persen akan bahagia. Tentu saja juga dipengaruhi oleh apa yg dilakukan semasa pacaran tersebut dan apa yg akan dilakukan setelah menikah.

Namun logika sederhananya jika kita punya kesempatan untuk mengetahui apa yg akan dihadapi sebelum menghadapi sesuatu, kenapa harus maju tempur tanpa tahu apa yg akan dihadapi?

salam,

Anonim mengatakan...

Kalau menurut film Ayat-Ayat Cinta dan sebagian umat Muslim, pacaran itu haram.
Jadi langsung kawin saja.

Minggu lalu ada tetanggaku menikah, baru kenal sebulan, dan belum pernah lihat wajahnya...eh menikah. Dia baru tahu wajah istrinya saat malam pertama ketika perempuan itu membuka cadarnya.

Weleh weleh weleh

Eko Eshape mengatakan...

Jangan-jangan definisi pacaran dari kita belum sama ya?

Saat aku menentukan istriku ini, aku melakukannya dengan cara rajin berkirim surat, dan bercerita tentang segala hal, baik yang disukainya maupun yang tidak disukainya.

Nah, ini masuk golongan pacaran (jarak jauh) nggak ya?


Konkritnya, aku belum pernah bicara berduaan, belum pernah boncengan naik motor, kemudian berpisah dan hanya berkomunikasi via surat (sumut-jawa).

Kepastian nikah, kudapat juga via surat saja.

So, pacarankah aku .....???

Anonim mengatakan...

Betul Mas Eko, definisi pacaran itu memang belum tentu sama.
Nek menurutku sih Mas Eko sama calon istri waktu itu termasuk pacaran juga.

salam,

Eko Eshape mengatakan...

Kalau pacaran didefinisikan sebagai jalan-jalan berdua, atau yang sejenis itu, mungkin ini yang perlu kita pertanyakan, perlu atau tidak.

Temen-temen cewek yang dulu sering kuajak berjalan-jalan ternyata pada akhirnya berjodoh dengan orang lain.

Salam.

Anonim mengatakan...

Ada kelompok tertentu dalam agama yang mengharamkan pacaran sebelum menikah, jadi bagi mereka jelas, pacaran sebelum menikah itu tidak perlu dan justru dihindari.

Tapi ada juga yang seneng pacaran saja, tanpa merasa perlu untuk menikah, iki ketoke akeh tunggale he...he..