Selasa, Juli 15, 2008

Musim Liburan (telah usai)

Jakarta kembali berdenyut dan Senin pagi ini luar biasa macet (dimana-mana). Kebetulan salah ngambil jalur macet di tol, jadi marilah kita tersenyum melihat kendaraan lain yang lebih lancar menyalip kita.

Ilmu tersenyum ini sudah lama kudapat, tapi baru belakangan ini kurasakan manfaatnya.

Misalnya saat kita sulit tidur, entah karena sebab apa, maka ketika kita coba untuk tersenyum ternyata terasa urat/otot muka kita menjadi kendur dengan sendirinya.

Aku merasa aneh, karena untuk tersenyum aku harus menarik sebagian otot muka (lha kok malah mengakibatkan otot muka yang lain jadi kendor?). Mungkin otot muka yang berfungsi sebagai penarik sebuah senyuman adalah otot yang berfungsi sebagai tuas “on-off” bagi otot muka yang lain (‘kali juga gitu).

Sepulang dari kantor kudapati rumah kosong, rupanya anak-anak pada pergi ama ibunya ke toko buku.

Aku baru tahu setelah kubaca SMS yang kuterima ketika aku sudah di jalan tadi.

Akhirnya pertemuan dengan anak-anakku terjadi ketika aku sudah selesai mandi, sholat dan siap mendengar cerita pengalaman mereka pertama kali masuk di kelas yang berbeda.

Wah, mereka pada berebut pingin cerita padaku. Aku jadi merasa betapa indahnya saat kebersamaan seperti ini. Dalam hati aku jadi merasa terharu, pingin nangis rasanya (ini sih kebiasaan cengeng yang nggak ilang-ilang).

Pencerita pertama adalah anak nomor dua, kemduian nomor satu dan si bungsu nomor terakhir. Keputusan urutan ini didasarkan atas "hom pim pa dan sut".

Dengan wajah sok jauh dari “cengeng” kudengarkan cerita mereka satu per satu. Tidak lupa yang kulihat adalah sinar mata mereka yang berbinar-binar ketika bercerita. Malam itu terasa begitu spesial karena kulihat anak-anakku kok tiba-tiba pada tambah cantik dan “gokil” (ini sih khusus buat si LiLo).

Kalau kakak-kakaknya cerita tentang keberhasilan mereka melakukan beberapa hal, maka si adik terkecil ini cerita tentang ke”gokil”annya selama menjalani hari pertama di kelas baru.

Segala puji bagi Allah yang telah memberi anugerah padaku berupa anak-anak yang baik hati, yang mencintaiku apa adanya (ini kayak lagu munajat cinta ya..!:-).

Anak adalah fitnah, kalau kita terlalu sayang pada mereka melebihi sayang kita pada Allah, maka sama saja kita menyayangi duit melebihi cinta kita pada Allah swt. Kita bukan lagi Abdullah, tetapi sudah abdul “duwit” atau abdi dari ciptaanNya.

Semoga kita tetap bisa menjaga diri kita agar tetap mengabdi hanya pada Allah swt.
Amin.

Salam

Tidak ada komentar: