Selasa, Maret 18, 2008

Mawas Diri

Setiap ada "alert" ulang tahun, dari siapapun, aku pasti teringat ketika umur 14 tahun dan ingin ulang tahunku dipestakan.

Biasanya memang selalu ada pesta ulang tahun untukku, meskipun hanya nasi kuning aja, tapi tahun itu tidak.

Orang tuaku tidak mau ulang tahun menjadi ritual pesta. Ulang tahun adalah ritual untuk mawas diri, melihat apa yang telah kita lakukan dan apa yang belum mita lakukan.

Seorang alim yang dulunya bergelimang dosa, pernah berkata bahwa semua amalnya sampai saat ini belum juga sanggup untuk membayar dosa yang telah dia kerjakan selama ini.

Sungguh, aku sering jadi malu hati. Orang sealim itu masih merasa berdosa, lha aku ini alim saja belum kok sudah sok hemat dalam beramal.

Bukankah kehidupan dunia ini hanyalah permainan, senda gurau, perhiasan, dan (ajang) adu kemegahan manusia (QS Al-Hadid [57]: 20).

Wah, kapan ya bisa boros beramal dan hemat berdosa?
...

4 komentar:

Andri Journal mengatakan...

Lha...Mas sendiri sebenarnya sudah beramal kuq dg postingan bermanfaat seperti ini.."Sampaikanlah walaupun satu ayat",mas kan sudah melakukannya..Memulai itu terkadang mudah mas...Yg sulit itu mempertahankannya.
Salam sejahtera.

Eko Eshape mengatakan...

Betul mas, sangat sulit untuk mempertahankan apa yang kita mulai.

Seperti juga merebut gelar juara itu sulit, tapi lebih sulit lagi mempertahankan gelar itu.

Tks komentarnya, semoga memacu semangat kita untuk mempertahankan dan meningkatkan hal-hal baik yang telah kita lakukan.
Amin.

Anonim mengatakan...

Mas Eko hari ini ulang tahun ya?
Kalau iya, selamat ulang tahun ya Mas.

Aku sejak kecil hampir tidak pernah merayakan pesta ultah.
Yg aku ingat hanya sekali, waktu umur 5 tahun.
Bukan karena orang tuaku tidak mampu, bahkan Ayahku termasuk orang kaya yg gajinya dalam USD di waktu itu.
Orang tuaku hanyak tidak membiasakan ulang tahun itu dipestakan seperti yg juga dilakukan oleh orang tua Mas Eko itu.
Jadi karena terbiasa sejak kecil, maka aku tidak pernah bersedih ketika ultahku tidak dipestakan.

Lagipula di Indonesia ini agak aneh, yg ulang tahun kok malah keluar biaya untuk traktir temen2.
Konon kalau di negara bule, justru yg ultah itu yg ditraktir oleh temen2nya (bantingan).
Orang yg berultah di Indonesia, kalau ndak punya uang malah sedih karena ndak bisa mentraktir.
Padahal di negara bule, punya atau ndak punya uang malah senang karena diperhatikan oleh teman2nya.

Yg aneh, budaya merayakan ultah ini khan dari negara bule sana, kok terjemahannnya di Indonesia bisa jadi berbeda ya?

salam,

-ba-

Eko Eshape mengatakan...

Ultahku nanti ketahuan di FS bank Al, masih lama kok.

Kebetulan kita tadi bicara tentang ultah anak-anak, dan kita coba untuk tidak merayakannya seperti yang dirayakan oleh orang kebanyakan.
Jadi kita panggil pendongeng, namanya kak Bimo (kebetulan pernah juara dongeng) untuk ndongeng.
Jadinya acara ultahnya ya acara pengajian, tetapi dikemas dalam bentuk monolog bertema komedi religious.

Tak lihat anak-anak pada gembira, sedangkan orang tua yang nganter mereka juga ikut kepingkel-pingkel (mungkin inget ketika mereka didongengin ustadznya ketika kecil dulu)

Salam