Akhirnya aku nonton lagi film AAC. Persiapannya tentu sudah berbeda dengan waktu nonton yang pertama.
Waktu nonton yang pertama dulu, kesel banget karena kurang persiapan, jadinya film terasa sangat lambat dan serba nggak sesuai dengan yang diinajinasikan.
Itu memang bedanya menuangkan imajinasi novel dengan menuangkan imajinasi komik. Saat mbaca novel, maka tokoh imanjinasi kita dijamin akan berbeda dengan yang diimajinasikan oleh orang lain. Sejuta pembaca, maka akan memunculkan sejuta tokoh imajinasi yang berbeda.
Ini memang kendala sutradara, apapun kelasnya.
Persiapan yang kulakukan sebelum nonton adalah sebagai berikut :
1. Film ini lebih baik dari film hantu atau sinetron remaja yang berjubel di layar kaca.
2. Pembuatan film ini terlalu dipaksakan, terburu2, dan kekurangan dana (karena nggak yakin akan meledak di pasar), sehingga kalau film ini cukup lambat bertutur dan banyak dilakukan di studio, harus dimaklumi dari awal.
3. Tokoh utama bukan juara MTQ, jadi kalau pas ngaji dia hanya "lipsync", ya harus dipahami.
Adegan yang banyak di"komplain" adalah adegan pemukulan tokoh utama di kereta. Kurang Islami. Hal ini terjadi karena tidak lengkap menuangkan isi novel ke dalam layar kaca.
Terlalu mudahnya mematikan istri kedua, juga dikomplain beberapa penonton, karena dianggap penulis terlalu menyederhanakan masalah.
Adegan yang menyentuh, antara lain saat tokoh utama menjemput istri pertamanya (dari rumah pamannya) dan mengaku bahwa dia masih harus banyak belajar untuk menjadi adil dan dia hanya bisa melakukan hal itu jika dibantu istrinya.
Selebihnya terserah anda.
Selamat menunggu kedatangan film "Ketika Cinta Bertasbih", yang katanya dipersiapkan lebih matang dibanding AAC.
Salam
eshape
3 komentar:
Pak Eko, salut deh atas cerita-ceritanya..
Berawal dari Civil Engineer, lama2 mungkin cerita2 ini akan membawa Pak Eko Eshape jadi the real philosopher :)
Tutur cerita yg enak dan memudahkan orang lain untuk memahami... penulis yg bagus.
salam,
Izzul
Tapi...tetap saja lebih indah novelnya kan mas ? :-)
Kayaknya belum pernah ditemukan film yang lebih indah dari novelnya.
Kalau baca novel dan lihat film, maka perisapan untuk kecewa harus sudah disiapkan dari rumah.
Gitu ya mbak...
Salam
Posting Komentar