Beberapa kali manggung bareng Trio Warkop DKI membuat hubunganku dengan mereka makin akrab. Mereka sangat menghargai aku dan begitu juga aku terhadap mereka.
Ucapan jujur mereka yang membuat aku hormat. Begini katanya, “kami kadang-kadang risi disuruh main film kayak gitu, kurang cerdaslah, tapi begitulah maunya penonton indonesia”
Mereka memang pribadi yang ramah dan “easy going”, apalagi mas Indro yang mudah akrab dan berjiwa terbuka (mungkin cocok dengan kegemarannya pakai mobil VW dan sepeda motor HD).
Aku masih teringat ketika malem-malem diajak makan seafood di kaki lima, dan mas Indro begitu fasih menyapa orang yang mengenalnya. Semua orang dianggap sama olehnya.
Kejadian yang ingin kuceritakan adalah ketika acara PORSENI mahasiswa seIndonesia tahun 80an, yang saat itu jadwalnya adalah lomba lawak di TIM dan Trio Warkop bertindak sebagai jurinya.
Para mahasiswa sak Indonesia itu begitu heboh bersalaman dengan Tri Warkop, kecuali mahasiswa dari Gadjah Mada [yang malu-malu tapi pingin].
Aku saat itu ikut juga menghadiri acara lomba, karena kebetulan diminta oleh tim mahasiswa ISI (pemenang lomba lawak Yogya, yang waktu itu namanya masih ISTI) untuk menjadi pelatih mereka dalam seni lawak.
Saat itu aku sungguh sangat terkesan. Bayangkan, aku berangkat ke jakarta bukan sebagai pelawak, tetapi sebagai tukang dekor teater Gadjah Mada, nyatanya di Jakarta malah didaulat sebagai pelatih lawak. Inilah kali pertama dapet tugas sebagai tukang dekor teater dan pelatih grup lawak.
Yang lebih mengesankan, saat bertugas membuat dekor, ternyata mahasiswa sak DIY [yang memngenalku] ikut mbantu pembuatan dekor.
He...he..he... jadilah dekoranku menjadi dekor terbaik dari semua pertunjukkan teater antar mahasiswa sak Indonesia (ha...ha...ha..., menurutku lho...!:-). Yang jelas kami pulang membawa piala sebagai teater terbaik.
Nah, kembali ke para mahasiswa UGM yang malu-malu itu akhirnya bisa juga ketemu dengan idolanya di pelataran parkir TIM saat Trio Warkop akan pulang, setelah mereka selesai bertugas.
Saking inginnya berkenalan, mereka ngikut aja kemana Warkop pergi, sampai-sampai jemputan bis dari asrama tidak mereka hiraukan lagi. Mereka gak kenal Jakarta dan nggak peduli mau naik apa pulang ke asrama.
Saat warkop melihatku, langsung saja aku diajak makan di warung yang ada di sekitar TIM, dan ngikutlah para mahasiswa itu masuk ke warung. Semua makan siang dengan enak dan agak “kekenyangan”, soalnya ada perintah dari warkop bahwa semua makanan akan dibayar oleh warkop.
Beberapa orang yang tahu hubunganku dengan Warkop merasa ini adalah hal yang wajar, tapi mereka yang nggak tahu menganggap bahwa warkop sangat luar biasa. Lha kok mereka (warkop) mau membayari makan para mahasiswa (sak bis) yang nggak dikenalnya...?!?
Yang jelas, aku yang paling bahagia. Lomba lawak dimenangkan oleh DIY, demikian juga lomba teater. Dua-duanya aku tidak campur tangan secara langsung, tetapi ada andilku disana dan itu adalah andil yang belum pernah kulakukan sebelumnya.
Jangan-jangan aku memang punya bakat jadi pelatih lawak dan pendekor panggung...!:-)
(tulisan ini mungkin ada salah inget di beberapa kalimat, maklum udah 20 tahun yang lalu, bahkan lebih)
2 komentar:
mas eshape?!! salam kenal ya. seperti masa muda yang sering kau kisahkan. aku sepakat, teater memang membikin kita lebih hidup.
salam,
ghozali, penghuni teter gadjah mada 2002-sekarang.
nb: kalo sempat niliki hall TGM yang legendaris itu. eh sempat berproses sama heru sambawa?
wah gimana ya kabare mas Heru Sambawa?
akju kangen je sama temen-temen anggota teater ugm
piye yo carane kumpul?
he..he..he... mesti wis podo tuwo2
salam
Posting Komentar