Senin, Februari 11, 2008
MeNgajarkaN KejujuraN
Mengajarkan kejujuran pada anak-anak ternyata tidak segampang yang kita kira. Sayangnya aku terlambat menyadari hal itu. Kuanggap para guru di sekolah maupun para ustadz di pengajian sudah cukup memberi pengertian pentingnya kejujuran.
Secara tidak sadar kita sering membalas kejujuran anak-anak dengan hukuman, yang bagaimanapun ringannya, akan membuat anak-anak berpikir dulu untuk berkata jujur.
Untungnya aku punya pengalaman yang cukup pahit tentang kejujuran ini, sehingga aku dapat ikut merasakan penderitaan mereka jika suatu kejujuran dibalas dengan hukuman.
Ceritanya ketika SD, tahun 60-an, aku secara tidak sengaja mengeluarkan “angin” di kelas, dan kemudian guruku dengan kewibawaannya bertanya pada seisi kelas.
“Siapa yang tadi kentut? Ayo jadilah satria dengan berlaku jujur. Tidak gampang jadi orang jujur, maka jujurlah dan katakan siapa yang kentut?!”
Dengan mantab aku mengangkat tanganku tinggi-tinggi, harapanku aku akan diberi penghargaan atas kejujuranku.
Dan terjadilah peristiwa itu, pak Guru dengan wajah tenang menghampiriku dan kemudian melayangkan tangannya ke kepalaku. Sakit di luar dan lebih sakit lagi di dalam hatiku. Aku merasa dikhianati. Aku ingin menangis tapi hatiku yang luka membuat aku tidak mampu menangis, meskipun sakit di kepalaku seharusnya cukup membuat anak SD seusiaku menangis.
Ketika besar, aku mulai dapat memahami mengapa guruku sangat marah pada anak yang kentut di dalam kelas yang dengan mata berbinar-binar mengacungkan tangannya untuk menunjukkan bahwa dialah pelakunya.
Cerita itu, alhamdulillah, dapat mengingatkan aku agar jangan pernah memarahi anak yang sudah berani berkata jujur untuk mengakui kesalahannya. Kesalahan yang dibuat anak dapat ditebus dengan memperbaiki kesalahan itu, tapi kalau kita memberikan hukuman karena dia telah berkata jujur, maka mungkin anak akan berpikir lagi untuk berkata jujur.
Marilah kita berlapang dada untuk memaafkan anak kita dan siapa saja yang telah berani berkata jujur untuk menunjukkan kesalahannya, dan tugas kita menunjukkan pada mereka solusi agar hal itu tidak terjadi lagi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar