Jumat, Desember 07, 2007

Mengasah Pisau

Ketika kita akan mengasah pisau, maka ada dua pilihan yang bisa dipilih. Pertama, kita asah bagian tajamnya agar makin tajam atau kita asah bagian tumpulnya sehingga kedua sisinya sama-sama tajam.


Sebelum memutuskan mana yang akan diasah, maka perlu kita lihat beberapa hal yang berkaitan dengan sang pisau. Kita jawab dulu beberapa pertanyaan di bawah ini :

Apakah kita perlu pisau yang lebih tajam?
Apakah kita perlu pisau yang dua sisinya sama tajamnya?
Apakah kita hanya perlu pisau yang salah satu sisinya tajam dan salah satu sisinya lagi tumpul?
Apakah kita perlu pisau itu saat ini juga atau masih bisa ditunda?

Ada pola pikir yang menarik sebelum kita memilih pisau mana yang perlu diasah, yaitu :
“masih lebih baik memperkuat hal-hal yang menjadi kelebihan daripada mencoba memperbaiki yang menjadi kekurangan”

Ketika jabatan di bagian personalia ditinggalkan oleh pejabatnya, maka seorang karyawan yang mempunyai kompetensi dalam bidang keuangan ditempatkan di bagian personalia tersebut. Muncul gap kompetensi, sehingga perlu diadakan pelatihan terhadap karyawan tersebut agar kompetensinya memenuhi jabatan yang akan di”embannya”.

Akan berbeda akibatnya bila pengganti pejabat di bagian personalia tersebut memang adalah karyawan yang mempunyai kompetensi di bidang personalia. Pelatihan yang diberikan untuk karyawan tersebut sifatnya bukan menambal gap kompetensi tetapi adalah memperkuat kompetensi yang sudah dimiliki oleh karyawab tersebut.

Disini akan muncul “the right man on the right place”. Bila suatu pekerjaan sudah diserahkan pada ahlinya, maka terjadilah peningkatan kinerja yang berkesinambungan. Bila seluruh unit kerja/unit usaha terus meningkat kinerjanya, karena telah tercipta iklim “the right man on the right place”, maka kinerja organisasi pasti akan meningkat secara signifikan.

Jadi, bila kita hanya perlu pisau yang tajam satu sisinya dan ingin mempunyai pisau yang tajam dalam waktu yang relatif cepat, maka asahlah pisau di bagian tajamnya.

Nah, kalau sudah begini kita perlu belajar tentang “talent management”.

Banyak “tools” untuk mengetahui bakat seseorang. Bisa MBTI, Gallup atau apapun juga, namun intinya semua “tools” tersebut adalah hanya sebuah “tools”, sehingga peran evaluasi yang efektif, efisien dan obyektif dari atasan langsung harus benar-benar dilakukan dengan sebaik-baiknya.

Output yang didapat dari berbagai macam “tools” tersebut harus diuji kembali dalam suatu evaluasi yang obyektif dari atasan langsung, dengan memperhatikan kinerja karyawan , masukan dari rekan kerja karyawan maupun masukan dari bawahan karyawan.

Ketika aku diangkat sebagai seorang leader organisasi kecil-kecilan, aku bekerja sama dengan lembaga konsultan melakukan test psikologi untuk mengetahui bakat mereka yang bekerja dibawah pengelolaanku. Ada yang hasilnya mengejutkan, tetapi kebanyakan hasilnya cocok dengan hasil evaluasi yang kulakukan sebagai tindak lanjut penggunaan konsultan untuk mengetahui bakat mereka tersebut.

Berdasar diskusi “empat mata” yang kulakukan dengan mereka, banyak di antara mereka yang bahkan tidak tahu kalau mereka mempunyai “talent” seperti yang ditulis oleh konsultan. Merekapun akhirnya “manthuk-manthuk”, memahami talent mereka dan sejak saat itu terlihat mereka makin percaya diri dengan kemampuan mereka.

Di sisi lain, mereka yang ‘talent”-nya tidak sesuai dengan lingkup kerjanya, satu demi satu mulai memikirkan untuk berpindah pekerjaan.

Akhirnya, memang mereka berpindah pekerjaan, karena memang itulah yang terbaik untuk kedua belah pihak. Mereka untung dapat keluar dari pekerjaan yang tidak sesuai dengan bakat mereka, dan organisasi juga untung karena tidak memperkerjakan orang yang tidak produktip.

Sejak saat awal rekruitment, memang sebaiknya organisasi sudah mengetahui bakat pekerja barunya, termasuk road map mereka jika kinerjanya terus meningkat. Setiap posisi jabatan yang ada di organisasi selalu mempunyai beberapa orang yang sudah disiapkan untuk menjadi penggantinya.

Pelatihan yang diadakan sudah mulai melihat arah dari mereka yang akan dilatih, sehingga saat mereka sudah sampai di posisi jabatan yang sudah disiapkan, maka gap kompetensi sudah tidak ada. Yang ada tinggal hanyalah “mengasah pisau di sisi tajamnya” saja.



gambar diambil dari

http://www.corpuworkbook.com/blog/Talent%20Cycle.jpg

Tidak ada komentar: