Waktu aku kecil, aku begitu mendewakan Suharto. Tahun 1966 sampai tahun 70an, rasanya sosok Suharto adalah sosok yang begitu "adem", sangat mengayomi dan sangat berjiwa kebapakan.
Tahun-tahun ketika Suharto rajin berdialog dengan para petani adalah tahun yang membuat aku terpana dengan beliau. Seorang presiden yang mampu berdialog dengan rakyatnya dalam suasana yang segar dan hangat. Presiden mana yang bisa seperti itu?
Sudah begitu, rasa kedaerahan juga membuat aku makin angkat topi buat beliau. Sampai akhirnya, aku mulai ragu-ragu dengan sikap beliau yang mendua dan terlihat sangat diktator.
Dia begitu sayang sama anak-anaknya sampai melupakan kewajibannya sebagai kepala negara, dan mulai menghasilkan keputusan-keputusan yang mendukung bisnis anak-anaknya. Hutang negara yang makin besar tiak menjadi perhatiannya, dmeikian juga korupsi yang akhirnya sudah melebur dalam budaya pemerintahan.
Aku tercenung ketika negara terkaya sumber dayanya ini makin terpuruk, bahkan mendapat predikat sebagai negara dengan tingkat korupsi yang sangat memprihatinkan.
Kehebatan beliau di mataku makin turun dan akhirnya seperti timbul tenggelam. Ajakannya untuk mencintai produk Indonesia [eh ini ajakan Suharto atau Bimbo ya?] masih relevan sampai saat ini [bahkan sangat diperlukan pada krisis global moneter saat ini], tapi tindakannya yang makin jauh dari jiwa demokrasi membuat kehebatannya kembali tenggelam.
Ketika akhirnya beliau terguling, aku malah bersyukur. Bahkan aku justru tertarik dengan sosok Wiranto yang kala itu terlihat begitu PeDhe untuk menjalankan hak dan kewajibannya sebagai tentara nasional Indoensia.
Saat ini ingatan pada Suharto kembali terusik. Partai yang tidak kucoblos tetapi selalu kuhargai telah "menobatkan" Suharto sebagai pahlawan dan guru bangsa.
Nilai plus Suharto bagi Indonesia memang banyak, tapi [mungkin] sebanyak itulah "dosa" dia untuk Indonesia. Kebaikan setahun saja hilang oleh hujan sehari, apalagi kalau hujannya lebih dari sehari.
[pas nulis ini pas ada iklan Guru Bangsa di TiPi].
Menurut anda, benarkah Suharto itu Guru Bangsa?
Tampilkan postingan dengan label suharto. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label suharto. Tampilkan semua postingan
Selasa, November 11, 2008
Minggu, Januari 27, 2008
Akhirnya ...... SUHARTO kembali padaNya

Sudah tidak ada lagi yang mampu menahan kepergiannya, karena memang itulah sesuatu yang paling pasti di dunia ini. Kematian adalah suatu hal yang pasti kita alami dan tidak ada satu rumusan yang secanggih apapun yang mampu menghindarkan manusia dari kematian.
Sebagai sesama muslim, aku tentu mendoakannya. Bila ada amalnya yang baik, semoga Allah swt membalas amal baiknya, dan bila ada amal yang tidak baik, hanya Allah Maha Tahu, kita punya keterbatasan untuk mengetahuinya.
Sesungguhnya semua manusia ini, bila kedoknya dibuka oleh Allah swt, maka kita akan tampil dengan sangat menghinakan. Allah swt dengan kasihNya telah menutupi keburukan kita, sehingga kebaikan kita yang terlihat oleh orang di sekeliling kita.
Mari kita berkaca pada diri sendiri, sudah cukupkan bekal kita bila saatnya tiba nanti?
Fas tabiqul khairat !
Mari berlomba-lomba berbuat baik.
Insya Allah kita masuk golongan mereka yang dicintai Allah swt.
Amin.
gambar dari :
Jumat, Januari 11, 2008
RODA SUHARTO

Sang Jenderal yang suka tersenyum itu membuat aku sangat terkagun-kagum. Kepiawaiannya dalam berdialog dengan masyarakat bawah (petani), membuat acara itu sangat kunikmati. Sangat menyentuh dan sangat merakyat. Sang pemimpin tertawa-tawa dan sang rakyat ikut tersenyum bangga, karena menjadi bagian sentral dari lakon klompencapir.
Hari ini, Suharto telah menghabiskan 100 juta untuk biaya perawatan 8 hari di RSPP. Jumlah yang lumayan besar (apalagi bagiku), tapi tetap akan ditanggung oleh keluarga Suharto, demi kesehatan dan kesembuhannya.
Begitulah dunia berputar, dulu hebat sekarang bisa jadi sudah tidak hebat lagi, atau tetap hebat tetapi di sisi lain dari sisi tempat dia dulu. Suharto yang dulu begitu disegani, sekarang terlihat terkulai lemah didorong-dorong oleh para perawat.
Tidak ada lagi kegagahan sang Jenderal yang selalu tersenyum.
Roda kehidupan memang begitu, kadang di atas dan kadang di bawah.
Jadi kalau saat ini kita sedang ada di”bawah”, maka percayalah suatu saat kita akan berada di”atas”.
Nah, kalau sampai bertahun-tahun kita kok tetap di “bawah”, mungkin rodanya sedang “macet”.
Berpikirlah positip, maka biarpun di bawah, kita akan merasa sudah di atas, dan selalu siap, siapa tahu besok kita ada di bawah.
Siapkan bekal sebelum sang Maha Kasih memanggil kita dalam kasihNya. Semoga kita termasuk mereka yang mendapat syafaat dari Muhammad SAW.Amin.
Data gambar :
Langganan:
Postingan (Atom)