Selasa, Januari 08, 2008

SATU ISTRI

Kiriman dari mbak Rini Abdullah (kawan kantor)


BAHAGIAKAN DIRI DENGAN SATU ISTRI

Penulis: Cahyadi Takariawan

Penerbit: Era Intermedia, 2007, xxxi + 278 halaman

Terbitnya buku ini tak kalah kontroversialnya dari poligami Aa Gym, beberapa waktu lalu, yang berakibat pesantren dan bisnisnya makin sepi. Konon, saking kontroversialnya, buku ini sempat ditarik dari peredaran karena membuat gerah aktivis dan petinggi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Padahal, pengantar buku ini ditulis istri pertama presiden partai itu, Sri Rahayu Tifatul Sembiring.

Membuat gerah, lumrah saja, karena buku ini ditulis Ustad Cahyadi Takariawan, anggota Majelis Syuro PKS. Sementara itu, sudah jadi rahasia umum bahwa ikhwan partai ini lazim melaksanakan praktek poligami dengan tujuan perluasan dakwah Islam.

Di sinilah menarik dan beraninya buku ini. Meski gaya penulisannya populer dan santun, isinya memang benar-benar menelanjangi praktek poligami yang banyak menyengsarakan kaum istri dan anak. Lebih khusus lagi, kata penulis, berakibat buruk pada dakwah Islam. Artinya, Cahyadi mendekonstruksi pemahaman dan keyakinan sebagian besar koleganya di partai dan umat Islam tentang poligami.

Sedari awal Cahyadi menekankan, ia menulis buku ini bukan dalam rangka menolak hukum atau ajaran Islam tentang poligami. Yang ia tolak adalah praktek poligami itu sendiri. Sebab banyak fakta dan kasus poligami yang menghancurkan institusi keluarga, khususnya perempuan dan anak.

Cahyadi tetap mengakui, pada kasus-kasus tertentu, seperti menolong janda dan anak korban konflik, poligami tetaplah menjadi solusi. Tapi jarang sekali suami berpoligami karena alasan tersebut. Alasannya lebih karena perempuan yang akan dijadikan istri selanjutnya itu lebih muda, lebih menarik, lebih pintar, dan lebih segalanya dibandingkan dengan istri sebelumnya.

Seperti diketahui, biasanya para pelaku poligami membenarkan perbuatannya itu berdasarkan dua hal: Al-Quran surat An-Nisa ayat 3 dan mengikuti sunah Nabi. Padahal, bila merujuk pada kehidupan Nabi secara cermat, sesungguhnya Nabi melakukan monogami. Dalam kurun waktu kehidupan rumah tangganya, Nabi sangat monogami.

Kehidupan rumah tangga Nabi dengan Khadijah berlangsung 25 tahun. Sedangkan poligami yang dilakukan Nabi hanya berlangsung 10 tahun. Itu pun setelah Khadijah wafat dan kebanyakan pernikahannya itu lebih karena menolong janda-janda sahabat beliau yang wafat akibat perang membela Islam (halaman xviii).

Sementara itu, ayat Al-Quran yang menjadi acuan poligami itu pun titik tekannya pada sikap suami yang bisa berlaku adil. Sikap ini sulit sekali ditentukan ukurannya karena sangat melibatkan perasaan, tidak hanya kecukupan materi dan kepuasan seksual. Seperti diulas dengan baik oleh Bintu Syathi dalam bukunya, Istri-istri Nabi, kehidupan istri-istri Nabi saja tak sepenuhnya harmonis, malah cenderung saling cemburu.

Untuk lelaki setingkat Nabi saja, yang banyak diberi kelebihan oleh Allah, mengelola perasaan dan menghadapi istri-istrinya itu cukup merepotkan. Apalagi untuk lelaki biasa. Cahyadi pun menyimpulkan, karena kita bukan Nabi, istri kita pun bukan Aisyah, maka jangan coba-coba berpoligami (halaman 238).

Ada juga yang berargumen, poligami dilakukan untuk menghindari zina. Cahyadi mengkritik, kok bisa poligami disejajarkan dengan zina (selingkuh). Penyejajaran seperti ini adalah cara berpikir yang tak nyambung. Ia menyodorkan beberapa pilihan selain poligami. Misalnya, daripada suami berpoligami, lebih baik berpuasa untuk menjaga diri atau berkonsentrasi dan fokus pada istri atau onani dan masturbasi atau banyak pilihan perbuatan yang lebih baik dan positif (halaman 99).

Di tengah komunitas yang menjadikan poligami sebagai praktek yang lazim, banyak yang bertanya, kenapa Cahyadi tak berpoligami. Dengan memarodikan lagu Aa Gym, ia menjawab, ''Jagalah istri, jangan kau sakiti. Sayangi istri, amanah Ilahi. Bila diri kian bersih, satu istri terasa lebih. Bila bisa jaga diri, tidak perlu menikah lagi. Bila suami berpoligami, dakwah akan terbebani. Demarketing menjadi-jadi, dakwah bisa dibenci....' '

Tentu saja buku ini tak hanya layak dibaca para lelaki. Bagi perempuan pun, buku ini sangat bermanfaat, karena banyak kiat dan nasihat agar para istri tidak dimadu. Sayang sekali, sekarang buku ini sangat sulit didapat.



sumber gambar :

http://i136.photobucket.com/albums/q182/akuajadeh/P1000027.jpg

3 komentar:

Anonim mengatakan...

http://pks-jogja.org/detail.php?ID=395&cat=Artikel

KETIKA BUKU PAK CAHYADI MEMBIKIN KADER PKS TERBELAH
pks-jogja.org | Keluarga | MIS | 2007-08-11 | Sudah dibaca : 161 kali

Ketika Buku Antipoligami
Membikin Kader PKS ’’Terbelah’’
Bersyukur setelah Baca Suami Batal Kawin Lagi
Laporan: RIDLWAN HABIB, Jakarta
(Sumber: Jawapos, Kamis 2 Agustus 2007, hlm. 1)

Jakarta,- Seorang anggota Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang disegani menulis buku Bahagiakan Diri dengan Satu Istri. Karya itu langsung disambut gembira jutaan kader wanita PKS. Namun, sebaliknya, para kader pria yang sudah atau akan berpoligami mereaksi dengan keras.

RUANGAN Kantor Hilal al Ahmar di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, siang itu terasa gerah. Bukan karena cuaca Jakarta terik. Juga bukan disebabkan pendingin ruangan tidak berfungsi. Tapi, karena buku yang ditulis Cahyadi Takariawan itu memicu kontroversi yang panas.

”Buku ini memang harus segera ditarik. Hati saya membara membacanya,’’ ujar Wakil Bendahara Umum DPP PKS Didin Amarudin. Saat itu lelaki beristri tiga ini datang pada acara dengan ditemani empat orang pengurus DPP yang lain.

Menurut Didin, sejak buku itu terbit, istri-istrinya menjadi gelisah. ’’Bahkan, istri kedua saya menghubungi temannya yang juga dipoligami dan bikin bedah buku khusus untuk ini,” katanya.

Pria kelahiran Kuningan, Jawa Barat, itu mengakui buku Cahyadi Takariawan itu mengubah paradigma umum di kalangan wanita PKS yang selama ini mendukung poligami. ’’Kalau yang menulis orang luar atau orang yang sekuler, saya tidak heran. Tapi, ini yang menulis adalah ustad yang kredibilitasnya sangat diakui di Majelis Syura PKS,’’ kata Didin.

Majelis syura adalah elemen tertinggi di partai yang berdiri sejak 1998 (awalnya bernama Partai Keadilan). Anggota majelis hanya 99 orang yang dipilih dari jutaan kader PKS di seluruh Indonesia.

Didin mengatakan, para qiyadah (pimpinan) partai gelisah karena buku itu dijadikan simbol perlawanan terhadap suami yang akan menikah lagi. ’’Rumah saya satu kompleks dengan Pak Tifatul (Tifatul Sembiring, presiden PKS, Red). Beliau juga khawatir, tapi selama ini memang memilih diam,’’ ujar bapak tujuh putra itu. Tifatul Sembiring juga beristri dua. Sekretaris Jenderal PKS Anis Matta juga berpoligami. Bahkan, istri kedua Anis berkebangsaan asing.

’’Buku Pak Cah (Cahyadi Takariawan) itu hanya menonjolkan sisi-sisi negatif dari poligami, seakan-akan ribet banget, padahal tidak benar,’’ katanya.

Didin lalu melanjutkan kisah ’’sukses’’ poligami dirinya. Istri pertama Didin dinikahi pada 1990. Lalu, istri kedua pada 2001. Terakhir, Didin menikahi akhwat (kader PKS) menjadi istri ketiga pada 2002. ’’Memang, biasanya dari istri pertama ke yang kedua itu lama pendekatannya, Mas. Baru yang ketiga lancar,’’ tuturnya.

Manajemen keluarganya, kata Didin, malah terbantu ketika dirinya berpoligami. ’’Kalau kita berhitung secara matematis, anak tujuh dirawat dan dididik tiga istri kan lebih baik,’’ ujarnya.

Dia khawatir buku Cahyadi akan menimbulkan pro-kontra di kalangan rumah tangga muslim masing-masing kader. ’’Ada jutaan akhwat di Indonesia. Beberapa di antara mereka janda. Lantas, apakah mereka kita biarkan,’’ katanya dengan nada bertanya.
Taufik Bahtiar, direktur Hilal al Ahmar, menambahkan bahwa ada beberapa logika yang tidak tepat dan dicantumkan dalam buku ber-cover merah jambu itu. ’’Misalnya, tentang cinta lelaki yang tidak bisa dibagi, itu salah. Contohnya, saya. Kalau dengan istri pertama 100 persen, dengan istri kedua juga 100 persen,’’ ujarnya, lalu tersenyum.

Taufik juga berpoligami. Istri pertama meminta cerai ketika Taufik hendak menikah kali ketiga. Sekarang janda Taufik itu diperistri sahabatnya yang juga anggota Majelis Syura PKS sebagai istri kedua.Buku terbitan Era Intermedia, Solo, tersebut telah dicetak hingga 10.000 eksemplar. Buku setebal 278 halaman itu mengupas sisi-sisi lain dari keluarga yang berpoligami.
Si penulis Cahyadi Takariawan kepada Pontianak Post mengatakan bahwa dirinya kaget melihat reaksi ’’jamaahnya’’ terhadap buku itu. ’’Padahal, di halaman awal buku itu saya sudah jelaskan tidak berbicara tentang hukum poligami, tapi bicara tentang mereka yang gagal berpoligami karena persiapannya kurang,’’ katanya.

Alumnus Fakultas Farmasi UGM itu mengibaratkan poligami dengan salat. ”Siapa yang membantah kalau salat itu wajib. Tapi, pada praktiknya, banyak yang salat, tapi tetap korupsi. Banyak yang salat, tapi menipu, mencuri, dan kejahatan yang lain. Apakah yang salah salatnya?’’ katanya.

Demikian juga, poligami. Melalui bukunya, suami Ida Nur Laila itu ingin ’’meluruskan’’ para pelaku poligami. ’’Bukan untuk mengampanyekan antipoligami,’’ kata suami yang bertahan dengan satu istri itu. Cahyadi mengaku mendapat banyak sekali keluhan dari ummahat (ibu-ibu istri ikhwan alias kader PKS) yang mengalami masalah gara-gara suaminya menikah lagi. ”Kebetulan, saya juga konsultan keluarga. Selain datang langsung, mereka juga menelepon dan mengirim SMS,” kata ketua Wilayah Dakwah (Wilda) III DPP PKS itu. Sebagai ketua Wilda, Cahyadi bertanggung jawab pada ekspansi PKS di Sulawesi dan Papua.

Karena keluhan-keluhan itu datang bertubi-tubi, Cahyadi berusaha meramunya dalam tulisan. Misalnya, keluhan tentang kebohongan-kebohongan suami yang menikah lagi. Juga masalah finansial yang membuat pernikahan menjadi tidak harmonis.
”Yang menyedihkan, ada suami yang buru-buru poligami hanya karena dikompori komunitasnya yang semuanya sudah menikah lagi. Padahal, dia belum siap. Akhirnya, yang terbengkalai adalah keluarganya,” bebernya. Padahal, seharusnya poligami justru membawa keberkahan.

Sebelum menulis buku Bahagiakan Diri dengan Satu Istri, Cahyadi telah menulis 20 judul buku yang lain. Mayoritas tentang tema pernikahan. ”Saya tidak bermaksud melukai hati para lelaki yang berpoligami. Karena itu, saya malah minta Bu Sri Rahayu Tifatul Sembiring sebagai istri pertama menulis kata sambutan,” katanya.

Dalam bedah buku yang dilakukan hampir tiap minggu, Cahyadi juga menolak dipanelkan dengan aktivis antipoligami. ”Saya yakin masalah ini akan hipersensitif karena kebanyakan yang membaca dipenuhi dengan emosi pribadi. Jadi, tidak jernih lagi,” ujarnya.

Seorang pembaca bahkan komplain langsung ke penerbit. Pembaca itu merasa rahasia rumah tangganya ditulis Cahyadi. ”Buku ini harus segera ditarik dari peredaran,” kata Cahyadi menirukan ikhwan yang emosi itu. Padahal, dirinya belum pernah kenal. ”Jadi, dia sendiri yang merasa bahwa apa yang saya tulis dalam buku itu cocok,” jelas pria yang juga berprofesi sebagai apoteker itu.

Getah pahit, kata Cahyadi, juga nyasar ke teman-temannya yang ikut mempromosikan buku itu. ”Misalnya, Mbak Neno Warisman. Gara-gara Mbak Neno aktif mengirimkan SMS soal buku ini, beliau dikomplain, terutama oleh kader-kader wanita yang sudah mempunyai madu,” ungkapnya. Neno Warisman adalah salah seorang aktris sekaligus penyanyi yang sekarang aktif di PKS.

Apakah akan membuat buku baru lagi sebagai jawaban atas komplain? Cahyadi mengaku akan melakukan beberapa revisi. ”Saya menghargai nasihat para asatidz (ulama) yang meminta redaksionalnya diperbaiki,” katanya.

Meski begitu, lelaki kelahiran Karanganyar, Jawa Tengah, 11 Desember 1965, itu tetap menganggap bukunya tidak kontroversial. ”Kalau saya menulis Sengsarakan Istri dengan Satu Istri, itu baru masalah. Kalau bahagia, kan semua ingin begitu,” tegasnya.
Namun, keyakinan Cahyadi tetap berbenturan dengan realita di lapangan. Di Jawa Timur, misalnya, Ketua Dewan Syariah DPW PKS Jatim Ustad Mudhofar mengaku mendapat keluhan terkait buku itu. ”Ada seorang akhwat yang skripsinya mendukung poligami, bertahun-tahun kader wanita ini bicara dalam diskusi-diskusi agar poligami didukung, tapi begitu membaca Pak Cah, langsung berbalik 180 derajat,” paparnya.

Kuatnya buku itu, kata Mudhofar, karena track record penulisnya. ”Pak Cahyadi selama ini dikenal sebagai ulama yang ahli dalam keluarga. Wajar kalau ada yang jadi ragu karena tulisannya,” tuturnya.

Mudhofar menganggap dalil-dalil yang dipakai Cahyadi agak dipaksakan. ”Misalnya, soal perbandingan umur Rasulullah saat sebelum poligami dan setelah poligami. Tidak ada ulama yang menggunakan patokan itu,” jelasnya. Cahyadi menulis, Muhammad SAW menikah lagi setelah bermonogami selama 25 tahun bersama Khadijah.**

adian.husaini mengatakan...

http://adianhusaini.wordpress.com/2008/02/07/mangkunegara-iv-calon-penerima-pks-award-2008/
dukung Mangkunegara IV jadi penerima PKS & Poligami Award

Eko Eshape mengatakan...

postingan ini ternyata termasuk yang banyak dibaca orang, padahal isinya cum angutip sana ngutip sini

barangkali karena membahas masalah poligami dan "satu"gami, makanya jadilaris dibaca

salam