Tampilkan postingan dengan label gudeg. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label gudeg. Tampilkan semua postingan

Kamis, Juli 22, 2010

Mencari Sarapan

Indahnya pertemuan antara orang yang saling menyayangi. Itulah yang terjadi antara aku dan anak-anakku. Semua berhamburan menuju diriku, terutama yang paling kecil di antara mereka, itulah LiLo al Fadil.

Kamipun berjalan malam-malam mencari makan malam yang masih ada di kegelapan kota Yogya. Akhirnya ketemu juga Roti bakar Bandung dan susu segar.

Paginya sehabis Subuh, seperti biasa jalan-jalan lagi dengan Lilo. Maunya sih nyari sarapan, tetapi ketika lewat Kantor Pos Besar Yogyakarta, mata Lilo langsung terarah ke deretan kios majalah yang terlihat sudah buka, meskipun belum ada pembelinya.

Motorpun kuarahkan ke kios itu dan kuhentikan di pinggir jalan.

"Ayo pak turun", kata Lilo.

"Kamu dulu nanya, ada nggak yang mau kamu beli", kataku sambil tetap duduk di motor dan mulai mengeluarkan camera dari sakuku.

Lilopun ngeloyor pergi menuju kios majalah dan ngobrol dengan pembelinya. Sesaat kemudian Lilo menghampiriku.

"Beli dua ya pak?"

"Ya..", kataku sambil menyodorkan uang sambil mencoba melakukan setting untuk foto di kegelapan subuh ini.



Akhirnya berhasil juga membidik Lilo, sayangnya posisiku duduk di atas motor, membuat aku tak bisa menahan camera dengan baik. Hasilnya tentu saja tidak sempurna.

Setelah Lilo naik di belakangku, motor kupacu ke jalan Wijilan untuk membeli Gudeg kesayangan. Penjualnya sudah tua banget, sehingga aku demen beli di warung gudeg ini.



Sampai beberapa menit aku coba mengabadikan sang penjual gudeg tapi gagal terus. Penjual gudegnya bergerak terus dan dia berada di balik kaca etalase, sehingga gambarnya tidak bisa jernih.



Lilopun mencoba membidik aku dan karena kecepatan bukaan rana cukup lambat, maka hasilnya agak kabur juga, persis hasil bidikanku di kantor pos besar Yogyakarta.

Inilah indahnya ketemuan dengan anggota keluarga setelah lama gak bertemu (padahal cuma berapa hari nggak ketemuan kok sudah kangen kayak begini ya?).

ditulis dalam rangka HAN (Hari Anak Nasional)

Sabtu, Januari 31, 2009

Gudeg Bu SLamet dan Sekaten Yogya



Pagi-pagi menembus dinginnya udara alun-alun utara, aku menuju ke warung gudeg Slamet. Tadinya sih mau ke Gudeg Juminten, tapi hari ini baru pingin yang tidak semanis Juminten.

Gudeg Bu Slamet memang lebih manis dari Gudeg mbarek, tapi tidak semanis juminten, jadi jika ada yang punya selera seperti itu, maka pilihlah Gudeg Slamet.

Biarpun sudah sepuh, sang penjual tetep awas meracik bumbu dan menghitung duit [pasti donk]




Mau tidak mau, dari malioboro menuju Wijilan pasti ketemu alun-alun utara, jadi terlihatlah alun-alun yang sudah tertutup ratusan kios.

Hmm .... sekaten sudah dimulai.



Jadi inget, tahun 70an, aku jualan pisang sale di sekaten. Yang jualan tidak hanya aku, tapi saudaraku, anaknya pak dhe dan juga tidak hanya satu pak dhe, tapi beberapa pak dhe.

Aku inget, waktu itu mampir ke stasiun pemancar sekaten dan ngisi blanko kiriman lagu.

"Buat mas Rus yang sedang jualan pisang sale, semoga laris", begitulah kira-kira isinya.

Ternyata, memang doanya manjur, pisang sale mas Rus kelarisan, tapi tidak terjadi di jualanku.

Pulangnya pada nggak mau mbawa dagangan yang nggak laku itu. Jadi saling melempar tanggung jawab, gantian mbawa dagangan yang tidak laku dan akhirnya sampai juga ke rumah.

He...he...he... kalau kita kompak waktu itu mungkin bisa pulang sambil bergantian mbawa dagangan dan dalam suasana yang riang gembira.

Dasar anak SD yang sok cari uang bergabung bersama anak SD yang lain, ya gak kepikiran bahwa dagangan itu bisa nggak laku.

Pernahkan anda jadi anak SD yang mencoba cari uang saku dengan melakukan apa saja?

Rabu, Oktober 01, 2008

Warung Enak di YoGyA


Ketika ngawani anak-anak ke toko buku di YoGyA, mataku tiba-tiba "nempel" pada buku kecil bernuansa warna ceria dengan judul "100 warung makan enak! di jogja". Ini buku yang [kayaknya] diiklankan oleh wak Radit beberapa minggu lalu.

Waktu itu aku minta softcopynya ke Wak radit, he..he..he... tentu saja langsung ditolak..!:-).

Mbaca buku kuliner ini, aku seperti dimanjakan dengan informasi yang begitu lengkap, meskipun tetap padat.

Airliurkupun kadang terpaksa kutelan, karena meskipun cara berceritanya "cekak aos" [to the point], tapi imajinasiku sudah sampai kemana-mana.

Kalaupun ada yang perlu ditambahkan, mungkin perlu dibuat rekap berdasar beberapa kriteria, misalnya :

1. Model lesehan : warung nomor x, y dan z
2. Khas mahasiswa : warung a, b dan c
3. Bisa pakai kartu kredit : warung xx, yy dan zz
4. Cocok untuk reuni [40-100 orang] : warung xx, yy, zz dan aa
5. Ultra manis : warung b, d dan f
6. Ultra pedas : warung y, z dan g
7. Bisa pesan dan antar : warung nomor x, y, b, xx, yy, zz dan aa
8. dst ....

Bisa juga dengan cara penambahan label di tiap halaman, misalnya pada halaman warung nomor x, pada baris paling bawah diberi keterangan sebagai berikut :

Label : L, M, C
artinya modelnya lesehan, khas mahasiswa dan bisa pakai kartu kredit

label : R, UM, PA
artinya cocok untuk reuni [40-100 orang], ultra manis dan bisa pesan antar

label : UP, PA, L, C
artinya cocok untuk lesehan, ultra pedas, bisa pakai kartu kredit dan bisa pesan antar

label : dll, dst ....
artinya ? tambahin sendiri saja


Dengan adanya rekap atau model labeling di setiap warung, maka pembaca akan lebih dimudahkan dalam menentukan warung mana yang akan dia kunjungi.

Bisa juga diberi keterangan tambahan, misalnya SATE pak AmAt di alun-alun utara tetap buka di hari libur besar [lebaran, tahun baru, dsb].

Waktu sahur di hari terakhir Ramadhan, aku mencoba warung nomor 36 Gudeg Ibukota. Menurutku penulis buku ini tidak bohong kalau bilang rasa cekernya istimewa khas Gudeg Ibukota.

Besok aku pingin nyoba ke Sate Pak Amat, yang katanya buka di hari lebaran. Ini adalah sate yang sangat sarat dengan nostalgia, baik rasa maupun tempatnya. Bila SGPC Bu Wiryo [legenda SGPC] mencoba rasa lama + nostalgia dibalut aroma musik sebagai tambahan menunya, maka Sate pak Amat yang lebih tua umurnya [?], tetep dengan penampilan yang "ajeg". Mungkin maksudnya agar para penggemar lamanya tidak terlalu kaget melihat perubahan penampilannya.

Begkitukah?

Silahkan coba sendiri 121 warung yang ada di buku "100 warung makan enak! di jogja". Jangan tanya alamat pada orang Yogya yang sudah lama keluar dari yogya, karena aku sendiri tidak faham betul dengan alamat yang disampaikan penulis, meskipun aku bisa nyari dengan mudah [misalnya alamat warung nomor 92 Boyong Kalegan, akan lebih enak kalau ditulis begini, "dari arah yogyakarta menuju kaliurang, setelah sampai pakem belok ke kiri menuju sungai Boyong"]

Peta yang terlampir bersama buku ini, sangat membantu mereka yang belum kenal betul dengan YoGyA. Akan lebih baik lagi kalau nomor warung yang ada dalam buku disesuaikan dengan nomor petunjuk yang ada dalam peta.

Salam Sedap "Kuliner Nusantara"


*coba update rasa Sate Pak Amat, ternyata masih mak nyuss.... [kalau aku sih tongsengnya yang bikin ngiler terus...]