Kamis, Agustus 15, 2013

Mudik Pacitan

Tahun 2013 akhirnya aku mudik Pacitan. Kota kecil yang asri dan makin asri sejak SBY naik jadi penguasa Republik ini. Tidak ada rencana untuk mudik ke kota Pacitan, karena ketatnya jadwal sehabis sholat Iedul Fitri 1434 H. Entah kenapa tiba-tiba semua orang menjadi "selow" dan bisa berangkat ke Pacitan, minus Samdani, suami adikku Nunung.

Dengan satu buah kijang Innova rombongan beranggota 14 orang ini terasa kurang. Akan cukup kalau sebagian memakai kendaraan bermotor roda dua. Jarak yang hanya sekitar 100 km tentu tidak terlalu jauh. Namun setelah dipikir-pikir, akhirnya kita pinjam kendaraan mbak Lilik/mas yoes untuk membawa kita ke Pacitan. Kendaraanku diisi 6 orang dan sisanya masuk ke minibus mbak Lilik yang dikendarai oleh Totok.

Aku tidak bis amembayangkan betapa riuhnya suasana minibus dengan penghuni dominan anak-anak itu. Bahkan di beberapa ruas jalan, Lilo  ikut bergabung dengan minibus dan membuat suasana menjadi makin seru. Di mobil yang kutumpangi berkebalikan, isinya penumpang pendiam, alias hobi tidur. Jadi tidak banyak pembicaraan yang ada di sepanjang perjalanan.

Arus balik terasa kental sepanjang perjalanan. Mobil berderet-deret menuju ke arah Jogja dari Pacitan. Kulihat plat nomor mereka kebanyakan berlabel "B", "D" atau "F". Rupanya banyak pemudik dari Jakarta, Bandung dan Bogor yang main ke arah Pacitan. Perjalanan yang sangat nyaman, karena sepanjang perjalanan tidak ada macet sama sekali. Hanya satu dua kendaraan yang mengarah ke Pacitan.

Jalan berkelok menuju Pacitan juga sudah diganti jalan yang lebih pendek, meskipun lebih curam tanjakan dan turunannya, tetapi relaif lebih nyaman dari pada jalan yang dulu sering kulewati. Begitu masuk ke kota Pacitan, langsung berhadapan dengan alun-alun, sedangkan jalan yang dulu begitu masuk Pacitan langsung berhadapan dengan pantai.



Kita sama-sama turun di masjid Agung Pacitan dan menunaikan sholat Asar di masjid asri ini. Kabarnya bulan Agustus 2013 ini akan diresmikan oleh Presiden SBY, entah benar atau tidak, yang jelas masjid itu meskipun tidak sangat besar tapi sangat asri dan terlihat begitu terawat.




Tentu kita segera mejeng di depan masjid, sampai-sampai saudara yang di rumah Pacitan heran. Mereka bertanya-tanya, "kok sudah sesore ini masih juga belum masuk Pacitan ya?"

Ketika kita jawab sedang sholat di masjid, mereka sama sekali tidak curiga bahwa masjid itu hanya beberapa ratus meter dari rumah mereka. Anggapan mereka, kita masih jauh di Punung atau Praci dan terjebak macet, sehigga harus sholat dulu di jalan.

Mereka tidak tahu kalau kita ini sebagian  besar masuk golongan orang yang rajin berfoto ria di depan obyek yang menarik. Bahkan malam harinya kita kembali ke masjid lagi hanya untuk mengambil foto masjid di kala malam hari.




Sambutan yang luar biasa membuat anak-anak sangat terkesan.

"Nak, menurut kamu, perjalanan ke Pacitan ini biasa, sangat berkesan atau sangat tidak berkesan?"

"Berkesan pak, aku senang sekali"

"Bagus ya pantainya? Masjidnya?"

"Iya, tapi bukan itu yang membuat aku terkesan"

"Apa yang menbuat terkesan?"

"Saudara kita baik-baik semua ya pak?"




Alhamdulillah, aku senang sekali mendengar kesan anakku ini. Pagi hari, memang kit asempat keliling kampung dan mengunjungi sanak saudara yang ada di Pucang Sewu Pacitan. Beberapa rumah kita kunjungi dan tahu-tahu sudah sampai ke rumah kita lagi.

 "Lho, kok sudah sampai rumah lagi pak?"

"Iya nak. Tadi kita memang ke arah sana, tapi muter-muter dan ujungnya ya balik ke rumah lagi"




Seperti biasa, kalau ke rumah saudara pasti pulangnya diberi bingkisan warna warni. Belum termasuk kue-kue yang langsung diserang habis oleh anak-anak.

Biasanya istirku suka komplain kalau lihat anak-anak yang begitu rakus memakan hidangan di meja, tapi kali ini dia hanya tersenyum melihat rombongan anak-anak menghabiskan kue di toples.Tuan rumah juga kulihat tersebyum senang melihat anak-anak bergantian menghabiskan isi toples mereka.

"Tahun depan kita mudik Pacitan lagi ya pak?"

Aku tidak mengangguk dan tidak menolak, aku hanya mengamini doa anakku. Semoga tahun depan diberi kesempatan untuk main lagi ke Pacitan. Main ke pantainya, jajan di pinggir pantai dan melihat Lilo menjemur pakaian di pinggi pantai tanpa takut pakaiannya hilang.





2 komentar:

Nur Terbit mengatakan...

Mantap.............

Eko Eshape mengatakan...

Pacitan memang indah mas Nur