Karena alasan ngirit, maka kembali aku naik angkot untuk transport dari rumah (Cikarang) ke kantor (Cawang). Banyak memang teman-teman yang nanya, “kenapa gak naik mobil aja?” atau pertanyaan lain “kok gak pindah rumah aja ke dekat cawang sih?”
Untuk pertanyaan itu, aku sering menjawab diplomatis (dan sok moralis). Angkot adalah bentuk kepedulian kita terhadap polusi udara. Makin banyak pemilik kendaraan pribadi yang tertarik naik angkot, maka polusi udara akan makin menurun.
Kenapa tinggal di Cikarang, kok nggak nyari yang dekat-dekat Jakarta?
Ya jelas kan, tinggal di Cikarang biaya hidupnya lebih rendah dibanding di Jakarta. Udaranya masih relative lebih bersih, hari Minggu bisa jalan2 diseputaran rumah atau sepedaan. Pokoknya “back to nature” deh…!:-)
Seperti biasa, sore itu aku pulang kantor langsung nongkrong di tempat angkot 59 “ngetem” menunggu penuh penumpang. Di depanku seorang laki-laki ganteng yang ramah dan disampingku cewek cantik yang cuek dengan headphonenya (kayaknya kesambung dengan Nokia N73 deh).
Obrolan dengan lelaki ramah itu “ngalor ngidul” seputaran orang yang sering salah naik angkot. Maunya naik angkot 56 (jurusan Cibubur) tetapi selalu naik 59 (jurusan Cikarang). Kesamaan wajah (cat) mobil dan kemiripan angka (56 dengan 59) selalu dituding sebagai penyebabnya. Saat sore yang melelahkan, maka perbedaan angka 9 dan 6 sudah tak terlihat lagi, maka terjadilah salah naik angkot.
Kubilang sama mas yang didepanku itu, pernah waktu aku ngumpulin ongkos baru ketahuan kalau ada yang salah naik, padahal sebelum ngumpulin ongkos hampir semua penumpang pada membahas tentang orang yang salah naik angkot.
Pembicaraan terus berlanjut, dengan topik yang tetap sama. Maklum banyak banget kejadian yang mirip-mirip. Akhirnya tiba giliran ngumpulin ongkos, nah… terjadi lagi yang barusan dibahas.
Lha mas-mas yang duduk disamping mas yang kuajak ngobrol ternyata salah naik angkot. Yaaah, apes deh mas itu. Nggak mau ndengerin obrolan di sekitarnya sih. Mungkin karena bener-bener udah teler dihantam kerjaan seharian jadi masnya gak konsentrasi lagi waktu naik angkot, maunya tidur dan segera sampai di rumah untuk melanjutkan tidurnya.
Untung masih bisa turun di Jatibening dan kembali lagi ke Cawang. Peristiwa yang lain, kadang2 yang salah naik, baru bisa turun ketika sampai di Cikarang. Jadi rugi waktu 2 (dua) jam + 2x (dua kali) ongkos Cawang Cikarang deh.
Maghrib akhirnya sampai di Cikarang, cewek cantik di sebelahku teriak kenceng banget deh,
“KIRI!”.
Abis itu dia kaget sendiri dan ngomong sekali lagi dengan lirih. “kiri bang”, sambil melepas headphonenya.
Hi..hi…hi… kayaknya dia kekencengan nyetel music deh..
Yah ada-ada aja, akupun tersenyum manis membalas senyum tersipu-sipu sang cewek. Di pinggir jalan kulihat seorang laki-laki ganteng sudah menunggu cewek itu. Mereka kelihatan ketawa-ketiwi, mungkin mbahas cerita barusan.
Angkot 59, I Love You Forever, meskipun dirimu kusam, tapi hanya kau satu-satunya angkot termurah menuju Cikarang.
2 komentar:
hehe.. lucu juga ceritanya., salam kenal dari wong Jogja yang bablas sampai Makassar
he..he...he.. begitulah mbak
lumayan bisa menghibur
salam kompak selalu
Posting Komentar