Tampilkan postingan dengan label pemilihan umum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pemilihan umum. Tampilkan semua postingan

Rabu, Februari 25, 2009

Capres Alternatif : Jendral Dedi Naga Bonar

Menarik banget nih ucapan mas Dedi di detik com. Aku setuju banget dia mencalonkan diri sebagai Capres alternatif. Soal menang kalah itu urusan nanti.

Tujuannya mas Dedi jelas, memberikan alternatif warna lain dalam sosok capres Indonesia.

Aku tidak tahu apakah mas Dedi ini punya FB atau tidak, kalau dia punya FB, jangan-jangan malah kasus Obama terjadi pada mas Dedi [sambil nulis blog sambil search FB mas Dedi]. He..he..he.. ternyata mas Deddy Mizwar punya FB. Pasti seru deh cerita ini.

Kitapun jadi punya alternatif calon pemimpin yang lain dari pada yang lain. Aku hormati keputusan dan keberanian mas Dedi. Salut buat Jendral Naga ini.

Aku memang mendukung siapapun yang mau menjadi capres untuk negara yang sedang memerlukan pimpinan yang bisa memimpin dengan HATI.

Semakin banyak capres memang semakin pusing milihnya, tapi lebih baik pusing di awal daripada pusing di akhir.

Semoga sukses mas Dedi.

Aku dukung pencapresan mas Dedi, tapi masalah milih Mas Dedi saya tunggu program dari Mas Dedi dulu.

Salam Sukses.

 
source : detiknews

Minggu, Februari 01, 2009

Atribut Partai Yang Bikin Mata Sumpek

"Poster-poster Caleg ini kita bersihkan saja dari lingkungan kita pak Dhe. Pandanganku sumpek melihat wajah-wajah caleg yang selalu tersenyum di saat perlu saja, seperti saat ini", seperti biasa Khalid pasti langsung pada pokok permasalahan.

"Iya pak Dhe. Baliho partai XXX yang gedhe itu bahkan kemarin jatuh sendiri, gara-gara masangnya nggak bener. Untung nggak ada yang celaka gara jatuhnya baliho itu", timpal Udin.

"Kenapa ya para petinggi partai tidak melihat kondisi ini. Mereka kan orang-orang pinter. Seharusnya mereka tahu, pemasangan atribut partai yang tidak bener dan asal tempel itu jelas merusak keindahan, merusak lingkungan bahkan merusak budaya kita"

Seperti biasa, pak Dhe selalu menanggapi semua berondongan dari para pemuda mushola dengan senyum khasnya.

"Khalid masih inget waktu natalan kemarin?", kata pak Dhe pada Khalid.

"Lho apa hubungannya pak Dhe. Ya pasti inget donk. Itu kan pesta semalam suntuk di rumah Bang Marpaung"

"Nah, waktu itu Khalid ikut membantu mengatur lalu lintas di depan rumah Khalid. Ikut mengatur parkir, tetapi tetap saja banyaknya mobil membuat Khalid susah memarkir mobilnya sendiri. Belum lagi suara musik yang tidak berhenti sampai larut malam"

"Iya benar pak Dhe"

"Nah, waktu itu meskipun terganggu, tapi Khalid tetap tidak melakukan protes dan melaporkan kebisingan itu ke pak RT"

Khalid mulai menangkap arah pembicaraan pak Dhe.

"Nah, kamu Udin. Waktu lebaran kemarin apa yang dilakukan oleh Pak Kiai Sudrun dan keluargamu?", pak Dhe berpindah tanya ke Udin.

"Yah, kita adakan acara makan bersama dari pagi sampai malem. Maklum saudara pak Kiai dan juga kenalan pak Kiai sangat banyak. Mereka datang dari segala penjuru kota maupun desa. Keluargaku yang juga banyak malah ikut diundang di rumah pak Kiai, yah karena pak Kiai memang sangat dekat dengan anak-anakku", jawab Udin.

"Terus apa komentar Bang Silitonga? Apa dia terganggu dengan keramaian tetangga dekatnya itu?", kata pak Dhe

"He..he...he... pak Silitonga malah nyumbang nyanyi pak Dhe. Dia baru gelagapan ketika disapa oleh pak Kiai Ageng, soalnya pak Silitonga fasih nyanyi lagu arab tapi gak bisa bahasa arab sedikitpun", kata Udin tertawa kecil.

"Jadi begitulah suasana di republik kita ini. Anggap saja ini lomba masak nasi goreng, jadi ya kita beri kesempatan yang mau ikut lomba untuk menyiapkan diri dengan caranya masing-masing"

"Memang diperlukan tenggang rasa dari semua pihak. Para petinggi partai perlu mengarahkan mesin partainya agar tidak masang atribut partai sesuka sendiri dan diperlukan tenggang rasa dari kita, non partai, bila melihat pemasangan atribut partai yang tidak sesuai dengan aturan. Ini pesta rakyat dan kita sebaiknya ikut berpartisipasi dengan baik dan benar"

"Mereka itu hanya baik di saat seperti ini pak Dhe. Kalau pemilu sudah usai, maka mana mau mereka melihat lagi pada kita. Mereka memberi janji bukan bukti pak Dhe", Khalid tetap sengit bila membahas partai.

"Pesta, dimana-mana memang perlu tenggang rasa dari semua pihak. Namanya saja pesta, jadi hanya sekali-sekali, tidak tiap hari"

Pak Dhe diam sejenak menanti reaksi pendengarnya.

"Saat ini para calon wakil rakyat sedang memeras otak agar menemukan cara terbaik untuk memajukan republik ini. Mari kita bantu mereka dengan memberi ruang yang cukup. Biarkan mereka menebarkan pesonanya, menebarkan programnya, agar bisa dinilai oleh kita-kita ini. Yang baik kita pilih yang tidak baik ya tidak usah kita pilih"

"Aku golput kok pak Dhe. Tidak haram kan?" Udin bertanya sambi melihat ke Khalid.

"Aku tahu, kamu dan Khalid pelopor golput di pabrik ini. Itu hakmu dan tidak ada yang bisa merubah hakmu itu kecuali kamu sendiri, tapi jangan paksa orang untuk golput. Mereka juga punya hak untuk memberikan suara atau tidak memberikan suara", kata pak Dhe sambil tetap tersenyum.

"Yang penting jangan sampai partai itu membuat kita terkotak-kotak. Jangan sampai persaudaraan kita, pertemanan kita, kekerabatan kita tergangu oleh pesta yang hanya sesaat ini. Kita bisa toleransi dengan umat lain tentu bisa juga toleransi dengan sesama penduduk Indonesia"

"Pak Dhe sendiri milih partai mana ya?", penasaran Khalid bertanya ketika melihat pak Dhe beranjak dari duduknya menuju ke ruang wudhu.

"Jangan-jangan pak Dhe milih partai cerdas yang suka kampanye mengatas namakan Islam itu ya?", Udin ikut beringsut mendekati pak Dhe.

Pak Dhe menepuk-nepuk pundak Khalid ketika dia berkata, "Aku perlu sholat tahajud dulu di malam menjelang hari "H", agar dipilihkan partai yang paling cocok untuk Indonesia. Semua partai baik, sehingga aku perlu meyakinkan diriku dengan bertanya pada yang Maha Tahu."

Khalid manggut-manggut dan mulai berpikir untuk mengikuti saran pak Dhe.

"Golput itu pilihanku, tapi aku juga bebas berubah pikiran", pikir Khalid sambil tersenyum cerah.

Kamis, Desember 25, 2008

25 Desember 2008 dan Pemilu 2009

Setiap tanggal 25 Desember, aku selalu inget dengan mas Budi. Dia adalah Panglima Lapangan saat aku masih aktif kampanye tahu 80an.

Kita satu partai dan satu korcam, sehingga selalu barengan jika kampanye. Dia memiliki keahlian mengerahkan masa dan memunculkan rasa aman bagi peserta kampanye, sementara aku bertugas memastikan kampanye terlaksana dengan baik dan benar.

Artinya aku harus memastikan semua sumber daya yang dibutuhkan, telah siap mendukung acara kampanye itu.

Sebelum masa kampanye bareng mas Budi, aku juga sudah ikut kampanye di periode sebelumnya [tahun 70an]. Saat kawan-kawanku berbaju merah aku berbaju hijau. Yang paling mengesankan, ketika aku ikut rombongan pawai dan motorku mogok, dan yang menolongku adalah para peserta pawai yang berbaju merah. Rasanya guyub banget suasana kampanye waktu itu.

Kalau gak salah waktu itu jari tangan yang satu mengacungkan satu jari dan tangan yang satunya 3 jari. Hal itu melambangkan kekompakan peserta pemilu nomor urut satu dan nomor urut tiga.

Untuk pemilu 2009, aku nggak bisa mbayangin kalau yang kompak adalah partai nomor 15 dan 17, gimana caranya mennjukkan dengan jari tangan. Mungkin jaman sudah berubah, sehingga kampanye model pawai sudah "nggak jamannya" lagi sekarang.

Tahun 80an itu satu kejadian yang membuat aku akhirnya berpikir panjang untuk mendukung parpol adalah ketika kita mengadakan pawai akbar di COndong Catur.

Sebelumnya, beberapa baliho kita sudah dibelah oleh orang tak dikenal, sehingga suasana panas sudah menghinggapi peserta pawai. Kalaulah, di saat itu, diketahui siapa pembelah baliho kita, pasti saat itu juga akan dirajang-rajang habis.

Begitulah kalau masa sudah berkumpul, akal sehatpun sudah mulai ditinggalkan.

Kampanye hari itu [pawai] baru berlangsung beberapa saat, tiba-tiba terdengar suara letusan senapan dari balik pohon tebu, saat kita melewati pinggir perumahan Condong Catur yang bersebelahan dengan ladang tebu.

Beberapa anggota keamanan pawai langsung berlari mencari arah tembakan, tetapi tidak sedikit yang berlari menjauh. Aku yang tidak berada di tempat kejadian, hanya mendengar berita saja.

Tahu-tahu aku harus menuju ke beberapa rumah sakit, karena beberapa teman telah berjatuhan dari motor mereka ketika beberapa peluru menerjang mereka.

Aku cek di RS Bethesda, ada beberapa teman yang sudah nungguin, demikian juga yang ada di Sardjito. Terakhir aku sampai di PKU Jl KHA Dahlan, ada dua orang yang masuk ke ruang gawat darurat.

Hari itu memang semua RS sedang kebanjiran pasien, rata-rata karena jatuh dari sepeda motor.

Ketika aku masuk ke ruang gawat darurat, maka yang kulihat hanya mas Budi seorang. Wajahnya yang sudah pucat semakin pucat karena dia mendengar bahwa akan ada operasi untuknya.

Panglima lapangan yang gagah berani ini, rupanya tidak takut akan sabetan kelewang tetapi takut pada meja operasi. Tidak ada cara lain, akupun mencoba menghiburnya, menenteramkan hatinya, bahwa operasi akan dilakukan oleh tenaga yang berpengalaman dan peluru yang bersarang di dadanya bukan peluru tajam.

Jadi take it easy aja. Padahal aku sendiri paling takut melihat darah, tapi sebagai penanggung jawab kegiatan pawai, aku harus berpura-pura tenang [sambil mikir kapan operasi dimulai dan aku bisa segera keluar dari ruangan ini].

Ternyata begitu operasi akan dimulai dan pasien dipindahkan ke kamar operasi, tiba-tiba tangan mas Budi langsung mencengkeramku. Tak ada tanda cengkeraman itu akan dilepas biarpun kita sudah masuk di ruang operasi.

Yang lebih kacau lagi, ternyata dokter memperbolehkan permintaan pasien untuk didampingi oleh temannya selama operasi berlangsung.

Halah.... ini aturan mana lagi.

Di ruang operasi, dokter adalah panglima tertinggi, dan akupun akhirnya menemani acara operasi itu dengan duduk diam disamping pasien dan tanganku dicengekram erat oleh mas Budi.

Alhamdulillah, operasi selesai juga dengan cepat [meskipun terasa lamaaaa sekali].

Begitu keluar dari ruang operasi, maka teman-teman sudah menunggu arahanku. Disinyalir, penembak rombongan pawai kita adalah dari partai pesaing pemilu. Namun hal ini susah dibuktikan, karena yang ada hanya tanda-tanda dan bukan bukti akurat.

Penembaknya diduga kuat adalah preman yang badannya penuh tato, tapi sekali lagi ini hanya sampai pada dugaan semata.

Meski demikian, saat itu, kita sangat yakin bahwa dialah pelakunya, hanya saja kita tidak punya buktinya.

Akupun akhirnya menuju ke kantor partai yang berada di antara sungai winongo dan stasiun Tugu.

Disitulah, kulihat para petinggi partai kita sedang berhaha hehe dengan partai yang kita anggap sebagai penembak kawan kita.

Kulihat bosku [ketua pelaksana pawai akbar] sudah ada di situ juga, demikian juga beberapa pengurus inti penyelenggara pawai. Mereka tampak dalam suasana putus asa.

Mereka rupanya putus asa, karena telah menyampaikan berita meninggalnya teman yang ikut pawai, tetapi tidak ditanggapi dengan serius.

Akupun jadi terpekur sendiri. Aku mencoba mencari hikmah dari kegiatan hari ini, dan ternyata aku sama sekali tidak dapat menemukannya. Aku terlalu larut dalam suasana hati teman-temanku, sehingga akal sehat sudah tidak ada tempat lagi.

Hari itupun berlalu dalam suasana yang penuh rasa penasaran.

Peristiwa itu akhirnya tekah menyadarkan aku, bahwa kita ini hanya pion yang benar-benar-benar berfungsi sebagai pion. Apa sih arti pion dibanding gajah atau kuda?

Kutelusuri kejadian-kejadian sebelum aku masuk dalam partai yang sudah kutinggalkan ini.

Pemilu periode lalu telah tidak memuaskan aku, sehingga aku telah bejanji untuk tidak aktif lagi di partai.

Begitulah, ketika teman-teman pada aktif kampanye, aku lebih sering nongkrong di masjid atau jalan-jalan ke kota, melihat-lihat pertunjukan seni.

Sampai akhirnya kulihat teman-teman di masjid pada membuat poster, selebaran untuk partai tertentu. Tentu hasilnya kurang layak dipandang, sehingga akupun tergerak untuk membantu mereka, kebetulan di masjid aku punya kegiatan sebagai tukang buat poster, spanduk dll, sehingga peralatanku lengkap dan dalam kondisi laik pakai.

Berawal dari hal itulah, maka mulai timbul rasa pertemanan yang kuat di antara kita, sehingga akupun mulai masuk kembali dalam lingkaran partai itu. Sebagai kelompok minoritas [karena kami tinggal di komplek yang 90% adalah PNS], maka kelompok inipun berjalan secara sembunyi-sembunyi.

Sayangnya, model tulisanku sudah sangat familiar di lingkunganku, sehingga akhirnya aku direkrut untuk jadi pengurus inti di korcam itu.

Semuanya mengalir begitu saja, tahu-tahu aku sudah aktif lagi di kepartaian.

Kejadian dua puluh tahun lalu itu ternyata masih membekas sampai saat ini, dan akupun tidak pernah lagi kampanye, kecuali saat dapet surat tugas dari kantorku untuk ikut kampanye [lumayan ikut kampanye, dapet kaos dan duit, nggak kayak dulu harus beli kaos sendiri dan gak ada yang mbayar].

Tahun 2009 sudah dekat dan aku masih belum menentukan pilihan partai. Kurasa SBY bakal jadi presiden lagi, wakilnya bisa tetep dari Golkar atau malah dari PKS.

Gak tahulah nanti jadinya, para ahlipun pendapatnya berbeda-beda. Bayanganku saja, bahwa PKS akan laris manis dipinang oleh partai lain, karena partai ini masih dianggap lebih bersih dan santun dibanding partai lain.

Semoga yang golput nggak banyak-banyak, karena meskipun GOLPUT itu hak mereka, tetapi kalau sampai yang golput sangat dominan, maka biaya yang dikeluarkan untuk pemilu ini jadi mubadzir.

Majulah Indonesiaku, mari kita terus tersenyum dengan ikhlas dalam doa-doa kita.
Semoga yangterbaik yang terjadi di negara kita ini.

Insya Allah.
Amin.

Jumat, November 21, 2008

Presiden 2009 : SBY [lagi???]

Mendekati tahun 2009, gaung capres masih malu-malu terdengar. Sultan HB X, tidak pernah mengakui keinginannya untuk jadi Capres. Dia hanya bersedia untuk dicalonkan sebagai Capres. Demikianlah bahasa politiknya [kira-kira begitu ya...].

Orang Yogyapun terbelah, antara mendukung Sultan sebagai Capres atau mempertahankan Sultan sebagai pengayom di Yogya.

Capres yang sudah yakin akan kekuatannya memang sudah mencanangkan diri, maju sebagai Capres. Megawati, misalnya, sudah pasti mengajukan dirinya sebagai Capres dengan PDI P sebagai kendaraannya.

Golkar belum tegas mau mencalonkan siapa sebagai Capresnya. Golkar masih "wait and see", sementara partai Demokrat dipastikan akan mengajukan SBY sebagai capresnya. Kelihatannya ada keraguan dari Golkar untuk mendukung kadernya [Sultan HB X] sebagai capres, sementara itu dukungan dari partai non Golkar justru terus mengalir ke Sultan.

Disini ada fenomena "Blarak" Obama yang menjadi presiden dengan karir awal sebagai gubernur. Mungkinkah Indonesia akan meniru Amerika?

Persyaratan Capres tahun 2009, membuat tidak ada partai yang bisa mencalonkan Capresnya tanpa harus melakukan koalisi.

Para pengamatpun mulai berhitung. PDI P mungkin akan merangkul partai yang punya basis Islam, sehingga mungkin akan kembali mendekati para pengikut NU [mulai dari PKB, sampai P3].

Sementara itu, Golkar bila sudah tidak mau gabung dengan Demokrat, mungkin akan melirik partai Islam lain, selain pengikut NU. Bisa jadi mereka akan merangkul Yusril sebagai cawapresnya, tentu bersama dengan partai pendukungnya.

Saat ini kepercayaan rakyat terhadap partai terlihat makin anjlok. Secara kasar ini ditandai dengan tingginya swing voter [berdasar hasil survey Lembaga Survei Indonesia].

Hal ini akan sangat menguntungkan presiden saat ini [SBY]. Bukan tidak mungkin "Swing voter" atau perilaku pemilih yang tidak terikat oleh sebuah partai politik akan memberikan suaranya pada SBY, presiden yang sudah membuktikan dapat bertahan dengan baik, meskipun selalu didera bermacam kasus, mulai dari blue energy sampai super toy.

Siapa pasangan SBY yang paling pas?

Saat ini, dengan kreatifitas yang begitu tinggi dari PKS, maka bukan tidak mungkin pada pemilu 2009 nanti PKS akan melejit perolehan suaranya, sehingga akan nyaman bersanding dengan SBY.

Koalisi Demokrat dan PKS dipastikan akan mendulang banyak perolehan suara. Citra sebagai partai bersih, sampai saat ini masih belum luntur dari PKS, sehingga tentu akan makin memperkuat pasangan Demokrat PKS.

Benarkah demikian?

Hanya Tuhan yang tahu. Tulisan ini hanya coretan dari orang yang tidak faham politik kok. Sok-sokan saja nulis tentang Capres [sambil berdoa, semoga Presiden 2009 adalah putra terbaik Indonesia yang mampu membuat Indonesia Bangkit ! Amin]

Salam

Jumat, November 07, 2008

Obama vs Kaji [manteb]

Barack Obama akhirnya menang, sesuai dengan prediksi banyak pihak. Di hari yang hampir sama Kaji Manteb di Jawa Timur tidak yakin menang/kalah.

Yang akan membedakan mereka adalah bagaimana menyikapi kekalahan yang terjadi. Bagaimana menjadi pemenang sejati, biasanya mudah dilaksanakan. Namun ketika disuruh menjadi the good loser, maka banyak yang tidak sanggup menjalaninya.

The good protes kali yang cocok.

Di babak awal Liga Champions, Deco dengan wajah tidak puas harus keluar lapangan karena kena kartu merah, ketika membela Chelsea melawan AS Roma. Meski begitu tidak ada tindakan protes yang berlebihan. Beda dengan kalau pemain Indonesia yang dijkeluarkan dari lapangan. buntutnya bisa sampai ke luar lapangan.

Kita tunggu saja para pemenang dan kita lihat ulah lawannya. Di Amrik sana, lawan Obama suda menunjukkan jiwa besarnya, tinggal kita tunggu lawan dari pemenang pilgub Jawa Timur.

Semoag siapapun yang menang dapat memimpin dengan hati bukan dengan kekuasaan [yang cenderung korup]. Amin.

Akan tetapi, mampukah Blarak Obama memimpin dengan hati?

Di Aamrik, mungkin ida bisa memimpin dengan hati, tapi di luar Amrik, apakah politik luar negerinya sami mawon dengan pendahulunya?

Apakah sikapnya terhadap Israel masih mendua?

Kita tunggu tanggal mainnya.

Salam